Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung. (Tangkap layar akun YouTube Bank Indonesia)
Jakarta, tvrijakartanews - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan pihaknya melihat tiga risiko operasional yang perlu diatasi. Pertama adalah ancaman siber, seperti peretasan malware, ransomware, dan phishing yang berkembang dengan intensitas beserta kompleksitas semakin tinggi.
"Problem ini menimbulkan risiko keamanan bagi data pelanggan dan kepercayaan terhadap integritas sistem keuangan Indonesia," kata Juda dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Juda menambahkan kedua, risiko fraud seiring peningkatan penggunaan platform digital yang membuka peluang penipuan seperti pencurian identitas, transaksi palsu, manipulasi data, hingga judi online yang merusak reputasi dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan.
Untuk itu, Juda menjelaskan pihaknya bersama pihak industri disebut memperkuat fraud detection system untuk mencegah masalah tersebut. Ke depan, artificial intelligence (AI) yang lebih canggih akan dikembangkan guna mendeteksi pola-pola fraud tertentu.
“Misalnya beli bubur ayam tengah malam seribu kali dengan jumlah yang sama, ini kan jelas sesuatu yang perlu dicurigai, anomali, sehingga ini kita deteksi. Itu salah satu contoh, dan ada banyak contoh lainnya, baik itu di level transaksi, di level jumlahnya, di level frekuensinya, ini bisa ditelisik dengan menggunakan AI. Ke depan kita sedang kembangkan itu,” tuturnya.
Juda menambahkan ketiga risiko operasional terkait layanan pihak ketiga penyedia teknologi kritikal (third party risk). Infrastruktur sektor keuangan dinilai semakin banyak tergantung kepada penyedia teknologi kritikal seperti cloud service provider seiring dengan meningkatnya jumlah data.
"Sehingga tak bisa atau terlalu berat untuk disimpan on-premise (sistem penyimpanan dan pengolahan data yang dikelola langsung oleh tim internal IT perusahaan serta berada di sebuah gedung)," pungkasnya.
Pada kesempatan tersebut, BI juga meluncurkan Buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 43 dan Aplikasi Kalkulator Hijau untuk mendukung upaya penghitungan dan pelaporan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) perbankan dan pelaku usaha.