
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Tangkap layar YouTube Perekonomian RI)
Jakarta, tvrijakartanews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dampak tarif terbaru oleh Amerika Serikat (AS) menjadi resiko yang luar biasa.
"Kebijakan tarif AS menjadikan risiko yang luar biasa," kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Sri Mulyani menuturkan apa yang terjadi dalam kurun waktu Februari 2025 hingga April 2025 telah mengubah lanskap perekonomian global.
Menurut Sri Mulyani, ketika Presiden AS Donald Trump pada 1 April mengeluarkan Perintah Eksekutif berupa pengenaan tarif 10 persen terhadap Kanada (plus tarif 25 persen untuk energi).
"Untuk Meksiko dikenakan tarif 25 persen, dan China dijatuhi tarif 10 persen, Sri Mulyani mengatakan hal itu telah mengubah tatanan seluruh perkawanan dunia," ujarnya.
Sejalan dengan waktu, lanjut dia, muncul retaliasi atau respons dan ancaman tambahan untuk produk tertentu seperti baja dan alumunium.
"Timeline ini menggambarkan hanya dalam waktu satu bulan, dunia yang tadinya di-governed dengan rule based, sekarang tidak ada lagi kepastian," jelasnya.
Dikatakan Bendahara Negara, kemudian muncul Perintah Eksekutif yang baru tanggal 4 Maret di mana Trump menambah tarif terhadap produk China 20 persen dan Kanada melakukan retaliasi.
"Ini yang menjadi salah satu yang perlu untuk kita perhatikan di dalam kita mengelola ekonomi. Tidak kita terus menerus terkaget-kaget, namun pada saat yang sama, kita tetap waspada," tuturnya.
Sri Mulyani lantas mengomentari tarif resiprokal yang disampaikan oleh AS terhadap 60 negara. Menurut dia, cara penghitungan tarif tersebut tidak bisa dipahami semua ekonom yang sudah belajar ekonomi.
"Jadi ini sudah tidak berlaku lagi ilmu ekonomi. Yang penting pokoknya tarif duluan. Karena tujuannya menutup defisit. Tidak ada ilmu ekonominya di situ," ucapnya.
Selain itu, Sri Mulyani, menutup defisit itu artinya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang bisa jual kepada orang lain.
"Itu it's purely transactional, nggak ada landasan ilmu ekonominya," imbuhnya.