Writing Heals: Terapi Menulis untuk Penyembuhan Mental yang Sederhana dan Efektif
FeatureNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Penulis buku "Writing Heals", Agung Setiyo Wibowo / foto: Sanrifa Akmalia

Jakarta, tvrijakartanews - Writing Heals, sebuah buku karya Agung Setiyo Wibowo, menawarkan cara sederhana untuk menghadapi berbagai masalah emosional dan kesehatan mental. Buku ini mengajarkan bagaimana menulis dapat menjadi alat untuk memahami dan menyembuhkan diri sendiri.

“Buku ini ditujukan untuk siapa saja yang mengalami masalah kesehatan mental, sering merasa galau, baper, punya fobia, trauma, atau masalah emosional lainnya. Buku ini dibuat untuk membantu proses penyembuhan. Saya juga terinspirasi dari pengalaman saya sendiri,” jelas Agung saat diwawancara oleh tvrijakartanews pada Senin (9/12/2024).

Journaling dan Expressive Writing

Menurut Agung, terapi menulis dapat dimulai dari hal sederhana seperti journaling. “Journaling itu seperti menceritakan apa yang kita rasakan di hari itu, menuliskan kejadian atau emosi yang kita alami,” ungkapnya.

Selain itu, ada expressive writing, yang lebih bebas tanpa aturan tertentu. “Kalau expressive writing, kita menulis apa saja yang ada di pikiran kita tanpa perlu berpikir panjang. Tapi di sini ada proses yang namanya reframing. Kita mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang yang lebih positif,” jelasnya.

Ia memberikan contoh sederhana: “Misalnya, kalau kita habis putus cinta, kehilangan orang tua, atau menghadapi kehilangan lain, pasti rasanya berat dan menyedihkan. Nah, melalui expressive writing, kita bisa mencoba memahami perasaan tersebut, lalu memandang situasi dari sisi yang lebih terang. Misalnya, mungkin kehilangan itu memberi kita pelajaran penting atau membuka peluang baru.”

Proses ini, lanjut Agung, membantu kita menerima kenyataan dengan lebih baik. “Kita tidak bisa mengontrol apa yang terjadi, tapi kita bisa mengontrol cara kita merespons masalah itu,” tambahnya.

Menulis dengan Tangan: Efektif untuk Kesehatan Mental

Agung juga menjelaskan bahwa menulis dengan tangan memiliki kelebihan tersendiri dibanding mengetik di perangkat digital. “Menulis manual, misalnya di kertas atau buku catatan, terbukti lebih efektif karena melibatkan kerja otak kiri dan kanan secara bersamaan. Ini membuat otak kita lebih aktif dan tubuh kita terasa lebih sehat,” katanya.

Namun, ia menegaskan bahwa mengetik di laptop atau perangkat lain tetap bisa menjadi alternatif jika menulis manual terasa sulit. “Keduanya efektif, tapi kalau memungkinkan, cobalah menulis dengan tangan,” ujarnya.

Rutin Menulis untuk Hasil Maksimal

Agar mendapatkan manfaat maksimal, Agung merekomendasikan terapi menulis dilakukan minimal empat sesi. “Setiap sesi idealnya berlangsung 20–40 menit, dan dilakukan secara berurutan. Jika setelah empat kali belum terasa manfaatnya, lanjutkan sampai merasa lebih baik,” jelasnya.

Menurut Agung, terapi ini sangat cocok dilakukan saat kita merasa stres, kelelahan, atau menghadapi tekanan berat. “Menulis membantu kita melampiaskan emosi dan menyusun pikiran menjadi lebih teratur,” tambahnya.

Pesan Penulis untuk Pembaca

Sebagai penutup, Agung mengingatkan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. “Sebenarnya kita punya obat masing-masing di dalam diri kita. Diri kita adalah sahabat terbaik sekaligus musuh terbesar. Oleh karena itu, penting untuk menjaga pikiran dan perasaan kita agar tetap sehat,” pesannya.

Ia juga berharap masyarakat Indonesia lebih terbuka untuk mencoba terapi menulis ini. “Saya ingin semua masyarakat Indonesia mulai menerapkan metode Menulis. Metode ini sangat murah, bahkan gratis, dan semua orang bisa mencobanya di mana saja. Mulailah dari sekarang untuk menjaga kesehatan mental,” ajaknya.

Melalui buku Writing Heals, Agung mengajak pembaca untuk menjadikan menulis sebagai bagian dari perjalanan penyembuhan mental. Metode ini tidak hanya membantu meredakan stres, tetapi juga membuka jalan bagi pemahaman diri yang lebih baik.