
Foto : Dokumentasi Istimewa/ Penyakit jantung koroner terjadi karena penumpukan lemak pada pembuluh darah yang menuju otot jantung.
Tangerang, tvrijakartanews - Penyakit jantung koroner masih menjadi penyakit paling mematikan di Indonesia. Pasalnya serangan itu bisa terjadi tiba-tiba akibat pembuluh darah yang tersumbat. Untuk mencegah kematian pada pasien, metode bypass jantung hampir selalu direkomendasikan untuk mengobati pasien jantung koroner. Tingkat keberhasilannya pun cukup tinggi mencapi 98 persen.
Dokter Spesialis Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular Eka Hospital BSD, Akmal Alfaritsi Hamonangan menjelaskan bahwa penyakit jantung koroner terjadi karena penumpukan lemak, termasuk yang menuju otot jantung. Sehingga hal tersebut mengakibatkan aliran darah yang menuju otot jantung tersumbat. Hal itu menimbulkan sakit fisik yang bisa dirasakan seperti rasa nyeri dada, bisa berulang, ringan, kemudian hilang, dan akan muncul kembali dikemudian hari.
"Sayangnya pada pasien komorbid, seperti pasien diabetes, rasa nyeri yang dirasakan kadang tersamar, mereka nyebutnya sakit maag, karena ada sensasi heartburn, mereka berpikir bahwa itu sakit ulu hati saja," ujar Akmal.
Karena rasa nyeri yang dirasa mirip gejala penyakit lambung, banyak yang tidak menyadari bahwa itu adalah gejala awal jantung koroner. Padahal hal itu bisa dibedakan karena rasa nyerinya hilang timbul dan terjadi minimal selama 2 minggu. Jika tidak segera ditangani, hal itu bisa berakibat fatal karena aliran darah menuju jantung bisa terhenti sepenuhnya.
"Pembuluh darah menuju jantung itukan ada 3, dua di kiri dan 1 di kanan. Kalau ditemukan sumbatan di ketiga pembuluh darah tersebut, maka sudah tidak bisa lagi pemasangan ring atau stent jantung, melainkan harus dilakukan bypass jantung," ujarnya.
Pada kasus tertentu, pemasangan ring jantung sudah cukup untuk membuat suplai darah menuju otot jantung kembali normal. Namun terkadang hal itu tidak bisa dilakukan dan prosedur lainnnya untuk penyembuhan pasien adalah Coronary artery bypass graft (CABG) atau lebih dikenal dengan operasi bypass jantung.
Prosedur ini dilakukan untuk mengembalikan aliran darah menuju otot jantung yang tersumbat. Prosedur dilakukan dengan melakukan pembukaan di daerah dada tengah atau di bawah payudara sebelah kiri.
"Pada dasarnya, ada indikasi tertentu yang membuat seseorang perlu melakukan operasi bypass jantung atau tidak. Seperti pembuluh darah pangkal sebelah kiri yang sudah tersumbat lebih dari 50 persen, penyumbatan lebih dari 70 persen pada 3 arteri coroner, dengan atau tanpa penyumbatan pada LAD bagian proximal," ujar Akmal.
Indikasi lainnya adalah pasien juga telah mengalami penyumbatan yang lebih dari 70 persen dengan gejala angina, setelah dilakukan pengobatan maksimal. Serta adanya penyumbatan pada satu arteri koroner yang lebih dari 70 persen pada pasien yang pernah mengalami henti jantung mendadak, dikarenakan ventricular tachycardia akibat kondisi sistemik.
"Intinya, bypass jantung upaya adalah untuk mengembalikan fungsi pembuluh darah, sehingga lancar menuju otot jantung. Pembuluh darah yang digunakan bisa dari area mata kaki bagian dalam, atau untuk usia di bawah 60 tahun, berasal dari tangan yang non dominan," katanya.
Meski pelaksanaan bypass jantung dikategorikan operasi besar, pasien dipastikan bisa sembuh dengan cepat, tingkat keberhasilan hingga 98 persen, serta tanpa ketergantungan obat-obatan yang banyak. Bahkan setelah operasi dilakukan dan sudah lepas ventilator, pasien akan diminta untuk berdiri di samping tempat tidur.
"Harus banyak bergerak, namun dari yang teringan. Lakukan gerakan fisioterapi di rumah sakit, praktekan Kembali sehari-hari di rumah, sembari perbanyak jalan kaki, atau jogging ringan," katanya.