
Press Conference Film "Pengepungan di Bukit Duri" di Epicentrum XXI, Jakarta / foto: Sanrifa Akmalia
Jakarta, tvrijakartanews - Film terbaru garapan Joko Anwar bertajuk Pengepungan di Bukit Duri dijadwalkan tayang di jaringan bioskop Indonesia mulai 17 April 2025. Diproduksi oleh Come and See Pictures bersama Amazon MGM Studios, film ini hadir dengan genre drama-thriller yang sarat ketegangan dan pesan sosial yang kuat.
Film ke-11 Joko Anwar ini menggambarkan situasi fiktif Indonesia pada tahun 2027,sebuah gambaran distopia yang terasa relevan dengan kondisi sosial saat ini. Melalui narasi yang intens, Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu kekerasan remaja, trauma kolektif, diskriminasi, serta urgensi pembenahan sistem pendidikan nasional.
Kisahnya mengikuti Edwin, diperankan oleh Morgan Oey, seorang pria yang berusaha menepati janji kepada mendiang kakaknya untuk menemukan keponakannya yang hilang. Pencariannya membawanya menjadi guru di SMA Duri, sekolah bagi siswa-siswa bermasalah. Namun, misi pribadi Edwin berubah menjadi perjuangan hidup ketika kerusuhan melanda kota dan dirinya terjebak di sekolah, berhadapan dengan murid-murid brutal yang mengincar nyawanya.
Menurut Joko Anwar, film ini lahir dari keresahan panjang atas budaya kekerasan dan ketimpangan dalam dunia pendidikan Indonesia. “Ini adalah proyek yang sudah kami siapkan sejak 2008, dan keresahan itu nyatanya masih relevan hingga sekarang. Kami percaya, banyak hal yang menghambat kemajuan bangsa seperti budaya kekerasan, korupsi, dan sistem yang tidak berpihak dan berakar dari gagalnya pendidikan. Karena itu, sekolah menjadi latar utama dari film ini,” jelas Joko dalam konferensi pers film 'Pengepungan di Bukit Duri' di Epicentrum XXI pada Kamis (10/4/25).
Ia menambahkan bahwa Pengepungan di Bukit Duri bukan sekadar film laga. Adegan-adegan aksinya dikoreografikan bukan untuk mempertontonkan keahlian bertarung, tetapi untuk menggambarkan perjuangan bertahan hidup, di mana setiap konflik adalah bagian dari drama manusia. “Semua aktor melakukan aksi mereka sendiri. Kami ingin penonton merasa bahwa setiap detik adalah tentang hidup dan mati, bukan tentang aksi kosong,” tambahnya.
Selama dua bulan terakhir, tim produksi telah melakukan sejumlah pemutaran terbatas bersama para pemangku kepentingan, termasuk para pendidik. Dari diskusi yang terjadi, mayoritas sepakat bahwa Pengepungan di Bukit Duri merepresentasikan kegelisahan yang nyata dan harus dibicarakan secara terbuka.
Produser Tia Hasibuan menegaskan bahwa film ini bukan hanya tentang kekacauan di masa lalu, tetapi juga tentang trauma yang belum pulih dan keresahan masa kini yang bisa saja terulang di masa depan. “Sejarah bisa berulang jika kita tidak belajar dan menyembuhkan luka yang ada. Kami ingin film ini menjadi pengingat sekaligus refleksi. Tahun 2027 tinggal sebentar lagi, dan semua kemungkinan bisa terjadi jika kita terus menutup mata,” ujar Tia.
Ia juga menyatakan bahwa Come and See Pictures akan terus berkomitmen menghadirkan karya yang jujur, berani, dan relevan secara sosial. “Bagi kami, film bukan hanya media hiburan, tapi juga sarana perenungan. Kami percaya kekuatan cerita bisa memicu perubahan,” tutupnya.
Film ini juga menandai kolaborasi pertama antara rumah produksi Indonesia dan studio besar Hollywood, Amazon MGM Studios. Dibintangi oleh Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Pitrashata Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, dan sejumlah nama besar lainnya, Pengepungan di Bukit Duri diharapkan menjadi tayangan penting yang menggugah kesadaran publik.