Buku "Demi Republik" Resmi Dirilis, Kisahkan Perjuangan Kapten Harun Kabir di Kota Bogor
FeatureNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Penulis buku 'Demi Republik' Kapten Harun Kabir, Hendi Jo / Foto: Dimas Yuga Pratama

Bogor, tvrijakartanews – Sebagai bentuk meningkatkan rasa nasionalisme, penulis Hendi Jon meluncurkan buku terbarunya berjudul ‘Demi Republik’.

Dalam buku tersebut, mengisahkan perjuangan seorang tokoh pahlawan bangsa bernama Kapten Harun Kabir, salah satu pejuang di Kota Bogor pada periode 1942 hingga 1947.

Hendi mengatakan bahwa, sosok Harun Kabir menjadi salah satu nama penting dalam perjalanan perjuangan bangsa Indonesia pada masa lampau.

Namun ironisnya, tak banyak orang tahu nama pejuang tersebut. Bahkan di Kota Bogor tempat Kapten Harun berjuang.

“Selama ini, ikon (tokoh) perjuangan revolusi di Bogor adalah Kapten Muslihat. Tapi, pejuang-pejuang lain seperti Harun Kabir seolah-olah tenggelam dalam ingatan sejarah,” kata Hendi kepada tvrijakartanews.com usai acara peluncuran buku 'Demi Republik' di Auditorium Perpustakaan Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu 23 Juni 2024.

Menurutnya, kurang dikenal dan ketidaktahuan masyarakat akan sosok Harun Kabir bukanlah masalah.

Sebab, keluarga Kapten Harun Kabir sendiri tidak menginginkan namanya dikenang oleh orang banyak.

Menurut Hendi, ketidaktahuan masyarakat bukanlah sebuah kesalahan, sebab keluarga Harun Kabir sendiri tidak menginginkan namanya dikenang oleh banyak orang.

"Cuma kan kita harus mengetahui perjuangan mereka (pahlawan), itu penting bagi generasi sekarang," tutur Hendi

Dalam proses menyusun buku tersebut, Hendi mengaku telah menghabiskan waktu selama 6 tahun. Hal itu dia lakukan dari mulai meneliti hingga menulis buku tersebut.

Sebab katanya, dirinya harus mengumpulkan data data milik Harun Kabir bahkan hingga ke negera Belanda.

“Proses risetnya memakan waktu lama, karena banyak data yang tercecer di berbagai tempat, termasuk di Belanda," pungkasnya.

"Nah di Belanda pun sangat susah, karena saya harus memasuki arsip arsip intelejen mereka. Termasuk terkait eksekusi beliau waktu di Cianjur," sambungnya.

Dengan berisikan 212 halaman, Hendi juga berharap agar nama Harun Kabir dapat diabadikan sebagai nama jalan di Kota Bogor.

"Karena (jalan) nama pa Harun Kabir ini di Cianjur sudah ada, di Sukabumi sudah ada, di Kabupaten Bogor sudah ada, justru di tempat beliau berjuang, di Kota Bogor belum ada, seperti itu," jelasnya.

“Harun Kabir sangat penting dan harus dikenal di Bogor, terutama karena peninggalannya masih ada, seperti rumahnya di Jalan Ciwaringin No. 33, Kecamatan Bogor Tengah yang dapat dijadikan situs cagar budaya,” lanjutnya.

Untuk menjadikan nama Harun Kabir sebagai nama salah satu jalan di Kota Bogor, Hendi menyebut bahwa dia telah berkomunikasi dengan sejumlah pihak.

Seperti Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) serta Kepala Dinas (Kadis) Perpustakaan dan Arsip Kota Bogor.

“Pada dasarnya mereka setuju untuk mengenalkan nama Harun Kabir di kalangan masyarakat Bogor. Masih banyak pahlawan yang terlupakan dan harus dimunculkan namanya," tegasnya.

Sementara itu, salah satu cucu dari Kapten Harun Kabir, Adie Ahmad Kabir mengatakan, dengan peluncuran buku 'Demi Republik' itu diharapkan mampu memberikan masukan berharga untuk sejarah di Kota Bogor.

“Peluncuran buku ini memberikan masukan berharga bagi sejarah perjuangan di Kota Bogor, karena banyak pejuang yang terlupakan," katanya.

Bahkan, dengan peluncuran buku tersebut juga bisa kembali menumbuhkan rasa nasionalisme.

"Semoga ini bisa menjadi motivasi bagi anak-anak kami dan masyarakat untuk mengenal sosok pejuang dan menumbuhkan nasionalisme,” tandasnya.

Adhie juga berharap, dengan bertambahnya koleksi baru buku itu bisa memberikan inspirasi kepada pejuang lainnya.

Saat disinggung terkait gagasan penamaan jalan untuk Harun Kabir, Adie juga menyambut baik akan hal itu terlebih untuk mengenang jasa dari sang kakek.

“Jika gagasan ini terlaksana, saya bersyukur. Mudah-mudahan dengan nama jalan itu bisa memberikan semangat juang untuk memelihara lingkungan lebih baik," jelasnya.

"Nama jalan itu bukan sekedar nama, tetapi sejarah yang terkandung di dalamnya,” tutup Adhie.