
Foto: reuters
Jakarta, tvrijakartanews - Para peneliti ciptakan pelatih robotik dirancang agar dapat memberikan dukungan yang dipersonalisasi dan meningkatkan motivasi selama latihan rehabilitasi stroke dan cedera otak krusial. Studi percontohan internasional ini dipimpin oleh para peneliti dari National Robotarium, pusat robotika dan AI Inggris.
Robot tersebut ternyata menawarkan motivasi dan umpan balik waktu nyata untuk meningkatkan kepatuhan. Pada bulan Maret, Jake MacDonald, seorang pria berusia 59 tahun asal Stirling mengalami stroke Ganglia Basal yang memengaruhi neuron motorik di sisi kiri otak.
"Aneh, tetapi karena sudah terbiasa dengan fisioterapis manusia selama enam bulan terakhir, sulit untuk digantikan, tetapi dengan ini dan tidak memiliki apa pun... Beberapa orang terisolasi. Seperti saya dapat melihat ini sambil duduk di ranjang rumah sakit dan para fisioterapis di rumah sakit sangat sibuk," kata Jake reuters dikutio dari reuters (28/08).
Proyek VITALISE (Virtual Health and Wellbeing Living Lab Infrastructure), yang dipimpin oleh tim Interaksi Robot Manusia (HRI) National Robotarium Inggris, telah mengembangkan sistem di mana robot bantuan sosial berkomunikasi dengan pasien menggunakan headset yang mendeteksi aktivitas saraf otak.
"Saat Jake berpikir 'Saya akan mengangkat lengan kiri saya' untuk melakukan latihan, headset akan menangkapnya, membacanya ke komputer, dan kami mengambil informasi tersebut dan memberi tahu robot, oke, sekarang Anda perlu mengangkat lengan Anda juga. Jadi dengan cara itu, robot benar-benar meniru gerakan Jake secara langsung,” kata EmilyAnn Nault, salah satu peneliti HRI.
Robot tersebut menafsirkan gelombang otak pasien untuk memahami maksud pengguna selama latihan, memberikan motivasi waktu nyata, mimikri visual, dan umpan balik. Tujuan utamanya adalah agar pasien dapat melakukan rutinitas rehabilitasi tanpa kehadiran fisioterapis. Robot memberikan dukungan yang dipersonalisasi kepada pasien, dengan mempertimbangkan kebutuhan individu, kemampuan kognitif, dan kecepatan latihan.
"Kami berharap gerakan ini, yang juga dilakukan oleh orang yang menjalani rehabilitasi, akan memotivasi mereka untuk lebih banyak berolahraga guna menjalani rehabilitasi stroke," kata Lynne Baillie, Profesor Ilmu Komputer di Universitas Heriot-Watt dan pimpinan akademis di National Robotarium untuk interaksi manusia-robot, kehidupan yang mendukung, dan kesehatan.
Gangguan pada anggota tubuh bagian atas memengaruhi sekitar 80% penyintas stroke akut dan cedera otak, yang secara signifikan memengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan hidup mandiri. Latihan berulang yang berkelanjutan dan spesifik terhadap tugas tersebut diperlukan untuk peningkatan kognitif pasca-cedera. Namun, hal ini dapat sulit dipertahankan oleh pasien karena masalah seperti mudah lupa dan kurangnya motivasi.
Proyek ini melibatkan 16 penyintas stroke dan cedera otak bersama enam terapis, menguji sistem rehabilitasi yang dibantu robot. Fokus utamanya adalah mengevaluasi kemampuan robot untuk memahami maksud pengguna dan memberikan motivasi yang dipersonalisasi. Tim juga menguji kapasitas robot untuk mendeteksi gerakan latihan yang diinginkan seseorang berdasarkan data sinyal otak dan kemudian meniru gerakan tersebut secara real-time untuk memperagakan latihan.