
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memberikan keterangan pers kepada awak media usai rapat di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada Jumat, 13 Desember 2024. Foto BPMI Setpres
Jakarta, tvrijakartanews - Presiden Prabowo Subianto menyetujui pemberian amnesti bagi narapidana tertentu dalam rangka mendorong rekonsiliasi dan mengedepankan nilai kemanusiaan. Kebijakan ini dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden di Istana Merdeka, Jakarta.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan, pemberian amnesti ini mencakup beberapa kategori narapidana, termasuk pelaku kasus penghinaan terhadap kepala negara melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan narapidana kasus ringan di Papua.
"Beberapa kasus terkait penghinaan atau ITE yang menyasar kepala negara menjadi prioritas dalam pemberian amnesti. Selain itu, ada juga kasus orang yang sakit berkepanjangan," ujar Supratman usai rapat di kompleks Istana Kepresidenan dikutip Sabtu (14/12/2024).
Kebijakan ini juga menyasar upaya rekonsiliasi di Papua. Pemerintah mencatat setidaknya ada 18 narapidana asal Papua, dengan catatan mereka bukan pelaku bersenjata, yang masuk dalam prioritas penerima amnesti.
"Ini bagian dari upaya rekonsiliasi terhadap teman-teman di Papua. Pemerintah berharap Papua menjadi lebih tenang," katanya.
Supratman menyebut data sementara dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mencatat sekitar 44 ribu narapidana berpotensi diusulkan untuk mendapatkan amnesti. Namun, jumlah pastinya masih dalam proses klasifikasi dan asesmen.
"Prinsipnya, Presiden setuju untuk pemberian amnesti. Tapi selanjutnya kami akan meminta pertimbangan kepada DPR, dan dinamikanya akan kita lihat di parlemen nanti," jelas Supratman.
Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) yang selama ini menjadi tantangan utama. Selain itu, pemerintah ingin memastikan bahwa langkah ini mencerminkan itikad baik dalam mendorong stabilitas sosial di berbagai wilayah.
“Ini kebijakan yang mengedepankan kemanusiaan dan menjadi bentuk komitmen Presiden Prabowo dalam menciptakan keadilan sosial,” pungkas Supratman.
Keputusan ini masih menunggu proses administrasi lebih lanjut, termasuk persetujuan DPR, sebelum kebijakan resmi diterapkan.