Foto: study finds (Produksi Monstera)
Jakarta, tvrijakartanews - Sebuah penelitian baru menemukan aplikasi inovatif yang menunjukkan hasil menjanjikan dalam mengurangi dampak tinnitus (telinga berdenging). Aplikasi MindEar menggunakan terapi perilaku kognitif, terapi suara, kesadaran, dan latihan relaksasi untuk membantu pengguna secara mental “menghilangkan” efek tinnitus seperti dilansir dari study finds edisi (09/01/2024).
Aplikasi tersebut dikembangkan oleh tim internasional yang terdiri dari spesialis audio, psikolog, dan dokter. Alat inovatif ini dapat merevolusi pengobatan jutaan orang di seluruh dunia yang menderita tinitus. Pilihan pengobatan yang ada saat ini seringkali mahal dan tidak mudah diakses oleh banyak orang yang menderita kondisi ini.
Kolaborasi penelitian yang berasal dari universitas-universitas di Australia, Belgia, Perancis, dan Selandia Baru, bertujuan untuk memberikan bantuan kepada sekitar satu dari empat orang di seluruh dunia yang menderita tinnitus.
Menurut laporan, tinnitus biasanya ditandai dengan mendengar dering atau dengungan internal, dapat disebabkan oleh paparan suara keras, dan gangguan pendengaran, dan lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua, meskipun dapat menyerang semua kelompok umur. Meskipun bukan suatu penyakit, gejala ini seringkali mengindikasikan masalah kesehatan lain yang mendasarinya. Bagi sebagian orang, tinitus mungkin merupakan gangguan kecil, namun bagi sebagian lainnya, tinitus sangat mengganggu tidur, suasana hati, dan konsentrasi, serta dapat menyebabkan kecemasan dan depresi.
Dalam rilis medianya, penulis utama Dr. Fabrice Bardy, audiolog di Universitas Auckland, mengungkap tentang kesalahpahaman paling umum tentang tinnitus.
“Sekitar 1,5 juta orang di Australia, empat juta orang di Inggris, dan 20 juta orang di AS menderita tinitus parah. Salah satu kesalahpahaman paling umum tentang tinnitus adalah bahwa Anda tidak dapat melakukan apa pun untuk mengatasinya; bahwa Anda harus menjalaninya. Ini tidak benar. Bantuan profesional dari mereka yang ahli dalam bidang dukungan tinitus dapat mengurangi rasa takut dan kecemasan yang melekat pada suara yang dialami pasien,” ungkap Dr. Fabrice.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Audiology and Otology ini, mengatakan aplikasi MindEar bertujuan melatih otak untuk mengabaikan efek tinnitus. Dalam uji coba awal dengan 30 peserta, sekitar dua pertiganya melaporkan peningkatan yang signifikan. Aplikasi ini, yang menggabungkan terapi suara dengan pelatihan AI dan terapi otak, tersedia untuk ponsel pintar dan mencakup opsi untuk berkonsultasi dengan ahli tinitus.
“Terapi perilaku kognitif berhasil, namun mahal dan sulit diakses. MindEar memberikan solusi yang terjangkau dan mudah diakses, memadukan terapi perilaku kognitif dengan latihan kesadaran dan relaksasi, serta terapi suara,” jelas Suzanne Purdy, Profesor Psikologi di Waipapa Taumata Rau di Universitas Auckland.
Sebagai informasi, otak kita secara alami belajar menyaring suara-suara yang tidak relevan sejak lahir. Namun, tidak seperti suara-suara lingkungan pada umumnya, tinnitus dianggap sebagai suara internal yang terus-menerus, yang sering kali memicu respons kewaspadaan di otak. Aplikasi MindEar membantu melatih kembali otak agar tidak terlalu memperhatikan tinitus, sehingga tidak terlalu mengganggu.
Meskipun tidak ada obat yang pasti untuk tinnitus, berbagai strategi dan teknik penatalaksanaan dapat memberikan kesembuhan bagi banyak orang. Keberhasilan aplikasi MindEar dalam uji coba awal, terutama bila dikombinasikan dengan dukungan psikologis online, menunjukkan harapan sebagai alat yang mudah diakses dan efektif bagi mereka yang terkena tinnitus. Uji coba skala besar lebih lanjut, termasuk kolaborasi dengan Rumah Sakit University College London, direncanakan untuk memvalidasi kemanjuran aplikasi tersebut.