Film Dirty Vote Dinilai sebagai Pendidikan Politik, Todung Ingatkan Jangan Ada yang Baper
Cerdas MemilihHotNews
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto: Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Kantor Pemenangan Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta (Foto : Achmad Basofi).

Jakarta, tvrijakartanews - Aktivis Anti Korupsi Todung Mulya Lubis mengapresiasi peluncuran film berjudul Dirty Vote, yang memberikan gambaran kepada masyarakat terkait potensi pelanggaran pada Pemilu 2024.

Menurut dia, Dirty Vote merupakan film yang menyajikan pendidikan politik sehingga masyarakat bisa memahami dinamika politik yang saat ini terjadi.

Sebab, materi dalam film itu sesuai pemberitaan di media, misalnya soal dugaan pengarahan kepala desa dan intimidasi. Kemudian, concern lain soal politisasi bansos, persebaran 20 persen suara sebagai syarat kemenangan pilpres dan banyak hal lainnya.

"Anda boleh tidak setuju dengan ‘Dirty Vote’, tetapi film ini membantu mengedukasi dan meningkatkan literasi politik di Indonesia. Kita ini bisa kuat karena punya demokrasi, dan inilah yang jadi taruhan sebagai sebuah bangsa dan negara," ucap Todung, Senin (12/2/2024).

Untuk itu, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud itu mengingatkan, pihak tertentu agar tak terlalu membawa perasaan atau baper dengan kritikan di film Dirty Vote tersebut.

Todung menyarankan, apabila ada yang berkeberatan dengan hadirnya film itu sebaiknya meresponsnya juga dengan kritikan tanpa kriminalisasi.

"Banyak orang baperan kalau dikritik. Sikap ini berbahaya. Kalau tidak setuju dengan film itu, bantah saja dengan membuat film lain atau dengan argumen yang baik," ucap Todung.

"Kritik harus dibalas dengan kritik. Jangan kemudian melaporkannya ke polisi, karena kriminalisasi hanya akan membunuh demokrasi, menghambat kreativitas dan mematikan industri kreatif,” sambung dia.

Sebagai informasi, Film Dirty Vote itu baru saja diluncurkan pada masa tenang pemilu 2024, Minggu (11/2/2024).

Film yang berdurasi hampir 2 jam itu menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yakni Zaenal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti. Mereka mengulas tentang dugaan kecurangan yang terjadi menjelang pemilu legislatif dan pilpres 14 Februari 2024.