
Foto: Alora Griffiths di Unsplash
Jakarta, tvrijakartanews - Perut besar bisa berdampak buruk bagi kesehatan pria. Komposisi tubuh, yang biasanya didefinisikan sebagai jumlah lemak, tulang, dan otot dalam tubuh, merupakan konsep yang sering digunakan oleh para profesional kesehatan dalam kaitannya dengan kesehatan jantung. Namun, para peneliti dari Universitas California-San Diego menantang hal ini dengan menyatakan bahwa lebih banyak otot perut tidak secara otomatis berarti menurunkan risiko masalah jantung.
Melansir Study Finds, Britta Larsen, PhD menjelaskan pria dengan area otot perut lebih besar memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung. Mengenai kepadatan otot, prognosisnya jauh berbeda. Pria dengan otot paling padat di rongga perut memiliki hampir seperempat risiko penyakit jantung di kemudian hari.
Larsen, penulis utama studi tersebut dan profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat dan Umur Panjang Manusia UC San Diego Herbert Wertheim, dalam siaran persnya mengatakan, “Dan hal lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kami tidak menemukan hal ini pada wanita. Hal ini hanya terjadi pada pria,” kata Larsen.
Data tersebut berasal dari computed tomography partisipan di National Institutes of Health Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA). Penulis studi mengeksplorasi penebalan arteri yang dimulai pada tahun 2000, memeriksa partisipan berusia pertengahan 60-an yang direkrut dari seluruh negeri. Kunjungan tindak lanjut dilakukan setelah 20 tahun. Larsen mencatat bahwa kelompok penelitiannya juga memantau rekam medis setiap orang selama 12 tahun.
Tim penelitian menemukan bahwa risiko penyakit jantung pada kelompok otot perut besar hampir enam kali lebih tinggi dibandingkan kelompok pria dengan area otot perut terkecil. Tim tersebut tidak menyangka akan melihat korelasi yang kuat antara peningkatan area otot dan penyakit jantung koroner .
“Otot telah lama diabaikan dalam kesehatan. Para peneliti sebenarnya hanya fokus pada lemak. Tapi otot adalah jaringan metabolisme yang besar dan aktif, dan akhirnya mendapat lebih banyak perhatian,” jelas Larsen.
Temuan yang dipublikasikan dalam Journal of American Heart Association ini menuliskan bahwa peneliti berpendapat perbedaan antara luas otot dan kepadatan otot tergantung pada kuantitas versus kualitas.
“Kepadatan sedikit lebih rumit. Ini semacam ukuran kualitas otot kami. Ini benar-benar ukuran seberapa banyak lemak yang menyusup ke rongga otot. Di dalam otot itu sendiri, berapakah otot murni itu? Dan berapa kandungan lemaknya ?” tutur Larsen.
Selain itu, tim tidak menemukan korelasi antara otot dan stroke baik pada pria maupun wanita. Dalam penelitian tersebut, penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskular dibedakan karena keduanya memiliki risiko stroke. Larsen menyimpulkan bahwa kepadatan otot bukan sekadar ukuran proksi kesehatan atau kelemahan atau penuaan secara keseluruhan.
Lebih lanjur, Larsen mengatakan bahwa proyek tersebut membuka lebih banyak jalur penelitian dan menimbulkan pertanyaan baru untuk dijawab. Mengingat bahwa hanya laki-laki yang memiliki luas otot perut lebih tinggi dan risiko lebih besar terkena masalah jantung koroner, kini timbul pertanyaan mengapa hal tersebut tidak terjadi pada perempuan.
Selain itu, mekanisme yang menjelaskan hubungan otot dan koroner ini masih belum diketahui. Ada kemungkinan bahwa faktor genetik mungkin terlibat, namun pola makan dan olahraga mungkin lebih mungkin terjadi, menurut para peneliti.