Ilustrasi rupiah. (Freepik)
Jakarta, tvrijakartanews - Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan saat ini pergerakan dollar saat ini masih volatile dan dipengaruhi oleh sentimen di pasar keuangan maupun kebutuhan domestik untuk impor BBM, pangan, maupun raw material kebutuhan domestik.
“Jadi kemungkinan penguatan rupiah akan berlangsung saat ada sinyal jelas dari The Fed untuk segera turunkan bunga, maupun selepas peak season kebutuhan dollar domestik selesai, yaitu kemungkinan akhir Mei 2024,” kata Myrdal saat dihubungi tvrijakartanews di Jakarta, Sabtu (13/4/2024).
Myrdal menambahkan stabilisasi BI Rate saat ini agar tetap menjaga daya tarik aset investasi domestik di mata investor global.
“Intervensi moneter oleh BI di pasar spot Rupiah, DNDF, maupun pasar surat utang negara sekunder,” tuturnya.
Dikatakan, komunikasi lebih intensif antara regulator (pemerintah maupun BI) dengan eksportir terkait langkah gerak cepat untuk memasukan DHE (Devisa Hasil Ekspor) ke sistem moneter nasional untuk menambah suplai US$ di dalam negeri.
“Peningkatan produktivitas maupun value added products untuk industri yang berbasis ekspor,” jelasnya.
Myrdal menjelaskan bagi investor fund manager tentu mereka akan melakukan aksi safe haven measures maupun arbitrage investment. Nah bagi investor Central Bank negara lain, maka mereka akan berusaha menarik US$ di Indonesia untuk mengisi suplai US$ bagi kebutuhan intervensi nilai tukarnya.
“Di sisi lain, pelaku pasar seperti importer BBM maupun pangan, serta importir korporat untuk pemenuhan bahan baku produksi juga akan langsung tancap gas meminta US$ bagi kebutuhan rutinnya pada hari pertama pembukaan perdagangan selepas libur panjang,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi tersebut, maka Bank Indonesia kemungkinan akan melakukan aksi intervensi agar sebisa mungkin menahan volatilitas drastis dari pergerakan USDIDR. Pelemahan Rupiah terhadap US$ kelihatannya akan ditahan untuk tidak melemah ke level psikologis di atas 16,000 pada Selasa nanti.
“BI akan kembali mengandalkan cadangan devisanya untuk melakukan intervensi di pasar Spot Rupiah, DNDF, maupun pasar sekunder obligasi domestik,” tuturya.
Secara realita, kata Myrdal, posisi suplai US$ di dalam negeri saat ini juga tengah menurun seiring surplus neraca dagang yang menurun dengan nilai current account defisit yang berangsur melebar dan tren outflow pasar obligasi yang terus terjadi.
“Kalaupun ada inflow, kemungkinan pelaku pasar keuangan akan masuk ke pasar instrumen keuangan BI, seperti SRBI maupu SVBI, dan SUVBI dan juga pasar saham yang porsi net inflownya tidak sebesar net outflow di pasar surat utang negara domestik,” ungkapnya.
Dikatakan Myrdal, Instrumen keuangan BI yang bertenor pendek kurang dari setahun menawarkan imbal hasil relatif menarik.
“Sementara, pasar saham domestik terlihat menarik, terutama dari emiten sektor komoditas pangan, perkebunan, maupun batubara dan mining yang valuasinya terlihat lebih atraktif karena permintaan maupun harga komoditas ini meningkat di pasaran global,” imbuhnya.