Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Foto Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Pasal 4 ayat 1 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 bersifat destruktif atau merusak sistem hukum perundang-undangan.
Pasalnya, secara akademik, isi peraturan PKPU sebenarnya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Namun, MA malah mengubah ketentuan PKPU karena alasan aturannya bertentangan dengan Undang-Undang tersebut.
"Destruktif bagi saya, tidak progresif. Makanya saya menanggapi ini ingin mendengar penjelasannya penjelasan akademiknya," kata Mahfud dalam Podcast "Terus Terang" dikutip melalui kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (6/6/2024).
Mahfud lantas menjelaskan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota itu. Dalam beleid Pasal 7 Ayat 1 berbunyi, setiap orang berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai calon kepala daerah.
Lalu Ayat 2-nya, memuat sejumlah persyaratan seseorang yang ingin menjadi calon atau mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pilkada.
Pada Pasal 7 Ayat 2 butir e, lanjut Mahfud, mensyaratkan seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, harus berusia minimal 30 tahun. Sementara, seseorang yang ingin mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota, minimal usianya 25 tahun.
Dengan demikian, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UII) Yogyakarta itu pun dibuat heran dengan putusan MA. Sebab, ia menilai tak ada aturan KPU yang bertentangan dengan Undang-Undang tersebut.
"Nah, ini tiba-tiba dibatalkan, katanya bertentangan. Lho bertentangan dengan yang mana? Kan peraturan KPU sudah benar. Oleh sebab itu, kalau memang itu mau diterima putusan Mahkamah Agung berarti dia membatalkan isi Undang-Undang," kata dia.
Padahal, menurut Mahfud, MA tak berhak melakukan yudisial review atau membatalkan isi Undang-Undang.
Dia mengatakan, isi undang-undang bisa dibatalkan melalui legislatif review, yaitu diubah oleh lembaga legislatif atau judicial review oleh Mahkamah Konstitusi, bukan Mahkamah Agung. Kemudian, apabila dalam keadaan darurat bisa diubah melalui peraturan perundang-undangan (Perppu).
"Jadi ini, jauh melampaui kewenangan MA. Saya khawatir ya, jangan-jangan hakim (MA) ini tidak baca," imbuh dia.
Sebagai informasi, Mahkamah Agung meminta Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mencabut aturan syarat usia calon untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang tertuang di dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020.
Permintaan ini dilayangkan setelah Mahkamah Agung mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Partai Garuda, dengan perkara nomor 23 P/HUM/2024 terkait batas usia calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung mengubah ketentuan yang awalnya calon kepala daerah berusia 30 tahun terhitung dari saat penetapan calon, kini terhitung setelah pelantikan calon.
Berikut ini bunyi PKPU Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020.
"Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon," bunyinya.
Namun, ketentuan PKPU diubah oleh MA dengan alasan aturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih," bunyi putusan MA tersebut.