Wapres Minta Literasi Bahaya Judi "Online" Digalakkan Agar Masyarakat Tak Jadi Penjudi
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Wakil Presiden Ma'ruf Amin. (Foto: BPMI Setwapres).

Jakarta, tvrijakartanews - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan, literasi tentang bahaya judi online harus digalakkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Sebab, ia menilai hal itu diperlukan sebagai salah satu upaya menyelesaikan masalah tersebut.

"Ini bahaya sekali. Jadi edukasi anti perjudian itu harus terus kita galakkan, dan kita harapkan ada efek jeranya ke depan jangan sampai kita menjadi masyarakat penjudi,” kata Ma'ruf dalam keterangan persnya, Jumat (28/6/2024).

Wakil Kepala Negara ini mengatakan, selain dilarang agama, berjudi juga mengganggu produktivitas seseorang. Bahkan, berjudi juga bisa menimbulkan efek domino, yakni pelakunya bisa terjerat pinjaman online yang berujung perceraian.

“Masyarakat penjudi itu kan malas, tidak kreatif, tidak memiliki semangat, ini bahaya sekali. Kalau masyarakat kita itu menjadi masyarakat penjudi, itu mungkin ada di tempat lain yang berjudi itu orang kaya gitu ya. Nah kita ini orang miskin, korban pinjol ini kan sudah banyak. Ada suami istri bercerai, ada suaminya dibakar gara-gara pinjol, macam-macam itu,” ucap Ma'ruf.

Karena itu, Wapres mengatakan, pemerintah melihat fenomena judi online ini sebagai keadaan darurat yang harus segera ditangani. Sebagai komitmen konkret mengatasi hal ini, pemerintah pun telah membentuk satuan tugas (satgas) lintas instansi untuk mengusut tuntas dan memberikan efek jera kepada seluruh pihak yang terlibat.

“Pemerintah memang sudah menganggap ini darurat, oleh karena itu harus ditangani secara serius. Maka dibentuklah satgas yang terintegrasi, tidak oleh satu instansi yang tadinya hanya oleh misalnya dari Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), dari kepolisian, tapi kita integrasikan menjadi satu langkah yang terkoordinasi," kata Ma'ruf.

"Sebab ini bahayanya sudah luar biasa dan juga menyangkut banyak kalangan. Ternyata bukan hanya anak muda, pengangguran, tapi juga sampai ke anggota DPR dan sebagainya,” imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto menyebut ada 2,37 juta masyarakat Indonesia yang terlibat perjudian online. Dari jumlah itu, 80.000 pejudi online merupakan bocah berusia di bawah 10 tahun.

"Sesuai data demografi pemain judi online usia di bawah 10 tahun itu ada dua persen, pemain 80.000 yang terdeteksi," ucap Hadi dikutip Kamis (20/6/2024).

Kemudian, Hadi mengatakan, ada 11 persen pejudi online yang merupakan kalangan remaja usia 10-20 tahun, dengan total lebih kurang 440.000 jiwa.

Selain itu, masyarakat berusia 21-30 tahun yang terlibat perjudian online mecapai 13 persen atau 520.000 jiwa. Kemudian, masyarakat berusia 30-50 tahun itu mencapai 40 persen atau 1.640.000 jiwa, sedangkan masyarakat berusia di atas 50 tahun, yang terjerat perjudian online mencapai 34 persen, dengan jumlah 1.350.000 jiwa.

"Ini rata-rata ada kalangan menengah ke bawah yang jumlahnya 80 persen dari jumlah pemain 2,37 juta tersebut," ucap Hadi.

Berdasarkan data klaster transaksi masyarakat menengah ke bawah untuk berjudi online berkisar Rp 10.000 hingga Rp 100.000. Sementara, klaster nominal transaksi kelas menengah ke atas, di antara Rp 100.000 sampai Rp 40 miliar.

Sementara dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI pada Rabu (26/6/2024), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, ada lebih dari 1.000 orang di lembaga DPR dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang diduga terlibat judol.

Ia menyebut transaksi judol yang ada di lingkungan DPR dan DPRD mencapai total 63.000 transaksi dengan nominal perputaran dana hingga Rp 25 miliar.

"Ada lebih dari 1.000 orang itu DPR, DPRD, sama Sekretariat Kesekjenan ada. Lalu transaksi yang kami potret itu lebih dari 63.000 transaksi yang dilakukan oleh mereka-mereka itu, dan angka rupiah-nya hampir Rp25 miliar," kata Ivan.