Andripriana, Pelopor Alpukat Lokal Asal Pandeglang: Inovasi dan Dedikasi untuk Tanaman Nusantara. Foto : Achmad Basofi
Banten, tvrijakartanews - Berawal dari kecintaan terhadap tanaman lokal, Andripriana (50), seorang pembudidaya alpukat di Pandeglang, Banten, telah menorehkan kisah inspiratif dalam perjalanan panjangnya mengembangkan paritas alpukat baru yang dikenal dengan nama Cengko.
Sejak memulai perjalanan budidayanya pada tahun 2016, ia terus berinovasi demi memperkenalkan hasil alam Nusantara khususnya Pandeglang ke masyarakat luas.
Awal Mula: Dedikasi Menciptakan Paritas Baru
Andri mulai membudidayakan pohon alpukat pada tahun 2016, sebelum akhirnya menemukan dan menciptakan paritas Cengko pada 2019.
"Saya kira-kira membudidayakan Alpuket ini tahun 2016. Tentunya sebelum Alpuket cengko, karena Alpuket cengko ini 2019. Setelah 2016 saya nanam, kemudian saya berpikir untuk menciptakan paritas baru, itu cengko namanya," kata Andri kepada tvrijakartanews, Rabu (11/12/2024).
Nama Cengko sendiri diambil dari singkatan "Cekek Karaton Punya Engko", yang ia ciptakan sebagai penghormatan pada pohon induknya. Namun, perjalanan menuju penemuan ini tidaklah mudah.
Selama dua tahun, dari 2016 hingga 2018, Andri menjelajahi berbagai daerah di Pandeglang untuk menemukan jenis alpukat yang unik. Proses ini melibatkan penelitian, riset, dan analisis yang mendalam. Hasilnya adalah Cengko, alpukat lokal yang kini menjadi salah satu kebanggaan Pandeglang.
"Saya keliling-keliling selama 2 tahun. Dari 2016, 2017 sampai 2018 saya keliling-keliling mencari paritas Alpuket yang ada di Pandeglang. Dan pada saat itu saya risetnya hampir 2 tahun, melakukan perjalanan," kata Andri.
"Tidak semudah membalikan tangan, karena kita harus juga meneliti, meriset segala macam, menganalisis. Akhirnya saya menemukan Cengko ini,"
"Saya menemukan Cengko ini, menamakan Cengko ini Cekek Karaton. Pas kebetulan punya Singko, jadi Cengko. Cekek Karaton punya Engko. Akhirnya saya menamakan untuk menghargai dan menghormati punya pohon," jelasnya.
Pilihan pada Lokalitas
Di lahan budidayanya, Andri menanam dua alpukat paritas utama yaitu Cengko dan Miki. Ia dengan tegas memilih untuk tidak menanam alpukat introduksi, demi menjaga kearifan lokal. Dirinya ingin memajukan Nusantara melalui produk lokal, karena alpukat lokal memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
"Cengko pada paham Sumatera Cengko tahu, apalagi Semarang Cengko tahu. Yang jelas bukan berarti dari luar negeri ataupun dari negara Cina ataupun Jepang," kata Andri.
"Alpuket yang ada disini ada dua paritas, alpuket Miki dan Cengkok untuk disini. Mengapa saya tidak menanam introduksi itu, tapi untuk kearifan dan kerahiman bangsa Indonesia, terutamanya Nusantara lah. Saya menanam Alpuket lokal, gak introduksi," jelasnya.
Inovasi dalam Hilirisasi Produk
Tak hanya berhenti pada budidaya, Andri juga berinovasi dengan menjual alpukat dalam bentuk frozen. Ia memulai langkah ini pada tahun 2024 sebagai upaya hilirisasi produk. Awalnya ia hanya mencoba-coba, produk ini diterima pasar atau tidak. Ternyata banyak yang membeli, terutama dari pelaku usaha kuliner.
Dengan harga Rp26.000 per setengah kilogram, frozen alpukat yang ia produksi laris manis di pasar, termasuk di platform e-commerce seperti Shopee. Menurutnya, ini menjadi langkah awal untuk meningkatkan nilai tambah produk lokal.
"Jadi gini, frozen ini awalnya saya mencoba-coba hilirisasi terhadap produk alpuket. Saya mencoba dulu apakah kemakan atau tidak ataupun terbeli atau tidak, ataupun di pasar-pasar ada atau enggak," kata Andri.
"Tahun ini, karena berbuah banyak akhirnya saya berpikir ya sudah lah di frozen saja gitu. Ternyata banyak-banyak yang dibeli oleh orang, terutama jenis usaha kuliner lah, dan usaha jenis berbagai macam,"
"Itu tentunya kita harus punya patokan, patokannya yaitu Shopee (aplikasi online) Shopee itu dengan menjual harga paling terendah itu Rp26.000," jelasnya.
Selain menjual buah, Andri juga menawarkan bibit pohon alpukat. Harga bibit yang semula Rp150.000 kini ia sesuaikan menjadi Rp75.000, mengikuti kondisi ekonomi masyarakat.
"Untuk bibit disini banyak sih. Tahun kemarin dijual Rp150.000 karena seiring dengan zamannya sekarang, orang resesi lah, masa sulit lah. Harganya sekarang di posisi Rp75.000. Dengan ukuran tinggian 40 cm ke atas," jelas Andri.
Ia juga ingin mendorong lebih banyak petani untuk menanam alpukat, karena ini adalah buah tanpa musim yang bisa meningkatkan ekonomi produktif.
Sebagai pelopor, Andri berharap lebih banyak petani di Pandeglang mengikuti jejaknya. Ia meyakini bahwa menanam alpukat bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan.
"Saya harapannya begini. Petani mulai berpikir bagaimana meningkatkan ekonomi produktif. Dan saya melakukan bagaimana melakukan ekonomi produktif ini dengan proses menanam alpukat cengko yang tanpa musim," kata Andri.
"Nah itu untuk meningkatkan para petani. Kiat-kiat saya, maka tanamlah alpukat, karena menuju kesehatan kita, bisa dimakan dari bayi sampai orang tua. Tidak seperti buah yang lain mempunyai kelemahan," jelasnya.
Dengan semangat dan dedikasinya, Andri membuktikan bahwa inovasi dan kepercayaan pada kearifan lokal dapat membawa perubahan besar. Ia adalah sosok inspiratif yang terus mendorong pertanian khususnya di Pandeglang menuju masa depan yang lebih cerah.