Festival Sur le Niger: Perayaan Budaya dengan Makna Politik Baru di Segou, Mali
FeatureNewsHot
Redaktur: Redaksi

Salah satu lukisan di Festival Sur le Niger. Foto : Reuters

Segou, tvrijakartanews – Festival Sur le Niger, yang digelar setiap tahun di tepi Sungai Niger, selalu dikenal sebagai sebuah perayaan besar untuk musik, seni, teater, dan tarian Mali. Namun, pada tahun 2025, festival ini membawa makna yang lebih dalam dan signifikan seiring dengan perubahan politik yang tengah terjadi di Mali dan negara-negara sekitarnya.

Acara tahunan yang biasanya menjadi ajang untuk merayakan keberagaman budaya Mali ini, kali ini menjadi simbol persatuan di tengah ketegangan yang terjadi di Afrika Barat. Perayaan ini berlangsung hanya beberapa hari setelah negara-negara seperti Mali, Burkina Faso, dan Niger resmi keluar dari blok politik dan ekonomi ECOWAS (Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat). Langkah tersebut mengikuti tekanan yang terjadi selama bertahun-tahun terhadap pemerintah militer untuk kembali ke pemerintahan demokratis. Setelah keluar dari ECOWAS, ketiga negara ini membentuk Aliansi Negara-Negara Sahel (AES).

Dengan latar belakang perubahan politik yang begitu besar, tema Festival Sur le Niger kali ini adalah "Minggu Persaudaraan AES", yang mencerminkan semangat persatuan dan kerjasama di tengah tantangan regional. Di area festival, potret pemimpin militer dari Mali, Burkina Faso, dan Niger terpajang bersama dengan pertunjukan seni yang berwarna-warni, menciptakan kontras yang mencolok antara politik dan budaya.

Bagi banyak pengunjung, festival ini bukan hanya sekadar ajang perayaan seni, tetapi juga simbol dari harapan untuk persatuan dan rekonsiliasi di tengah ketidakpastian. Vincent Koala, seorang konsultan budaya dari Burkina Faso, menggambarkan festival ini sebagai "laboratorium yang menguji peran budaya dalam pembangunan." Koala menekankan pentingnya dampak festival ini bagi kota Segou dan daerah sekitarnya, yang menciptakan peluang pekerjaan bagi para pemuda sekaligus mempromosikan pariwisata budaya.

Dalam sambutannya, Menteri Kebudayaan Mali, Mamou Daffe, menjelaskan bahwa tema festival tahun ini sangat sejalan dengan kondisi politik di negara mereka. "Festival ini adalah bentuk dari keberagaman budaya, perdamaian, dan persatuan. Kami sudah menghadapi krisis lebih dari satu dekade, dan sekarang saatnya untuk mempromosikan kohesi sosial dan kehidupan damai," ujar Daffe.

Selain itu, seniman Mali, Mamadou Thienta, juga berbicara tentang makna di balik seni yang dipamerkan di festival kali ini. "Saya terinspirasi oleh calabash yang diperbaiki, sebuah simbol dari rekonsiliasi. Kami ingin menyampaikan pesan tentang pemahaman, perdamaian, dan rekonsiliasi bagi seluruh Afrika," ungkap Thienta.

Festival Sur le Niger tahun ini menjadi bukti bahwa budaya tetap mampu bertahan dan menyatukan masyarakat, bahkan di tengah masa-masa transformasi sosial dan politik yang penuh tantangan. Sebuah perayaan yang tidak hanya menonjolkan kekayaan seni, tetapi juga menggambarkan ketahanan dan semangat untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Mali dan kawasan Sahel.