
Sejarah di balik Hari Pendidikan Nasional dan sosok Ki Hajar Dewantara / foto: Wikipedia
Jakarta, tvrijakartanews - Setiap 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), sebuah momentum penting yang tidak hanya mengenang perjalanan pendidikan di Indonesia, tetapi juga menghormati jasa besar Ki Hadjar Dewantara, yang lahir pada tanggal yang sama di tahun 1889. Berikut adalah sejarah singkat bagaimana Hardiknas bermula dan bagaimana peran Ki Hadjar Dewantara menjadi tonggak penting dalam perkembangan pendidikan di Indonesia.
Hari Pendidikan Nasional pertama kali diperingati pada 2 Mei 1957, sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa Ki Hadjar Dewantara dalam perjuangan mencerdaskan bangsa. Ki Hadjar Dewantara, yang lahir pada 2 Mei 1889, dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, yang telah memperjuangkan pendidikan yang merdeka dan berbasis pada kesetaraan.
Pemilihan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional tidak lepas dari peringatan atas hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Ia adalah sosok yang tidak hanya menjadi pelopor dalam pendidikan, tetapi juga memimpin perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial yang menindas. Melalui lembaga Taman Siswa yang didirikannya pada tahun 1922, Ki Hadjar Dewantara memperkenalkan sistem pendidikan yang mengutamakan kebebasan berpikir, pembentukan karakter, serta pendidikan yang lebih humanis dan merakyat.
Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan di Indonesia sangat terbatas dan eksklusif, hanya diberikan kepada segelintir orang dari golongan elit. Ki Hadjar Dewantara berusaha mengubah itu dengan mendirikan Taman Siswa sebagai wadah bagi seluruh anak bangsa, tanpa memandang status sosial, untuk belajar dan berkembang.
Sebagai pendiri Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara berkontribusi besar dalam merintis sistem pendidikan yang mengedepankan kebebasan, kreativitas, dan pemerataan akses pendidikan untuk semua. Taman Siswa menjadi contoh konkret dari pendidikan yang merdeka, yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, dan keberanian.
Ki Hadjar Dewantara juga menggagas prinsip pendidikan yang dikenal dengan semboyannya: “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” — yang artinya: "Di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan." Prinsip ini menekankan peran guru sebagai contoh dan inspirasi bagi siswa, serta pentingnya motivasi dan dorongan dalam mendidik.
Sejak pertama kali diperingati pada 2 Mei 1957, Hari Pendidikan Nasional tidak hanya menjadi ajang mengenang jasa Ki Hadjar Dewantara, tetapi juga untuk memperbaharui komitmen bangsa terhadap pentingnya pendidikan yang merdeka dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap tahun, tanggal 2 Mei menjadi momen untuk mengevaluasi perjalanan pendidikan di Indonesia, serta merenungkan tantangan yang masih dihadapi.
Sebagai pelopor pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara meninggalkan warisan yang tidak hanya terkandung dalam teori-teori pendidikan, tetapi juga dalam praktik nyata. Pendidikan yang merdeka, yang diajarkan Ki Hadjar, kini menjadi dasar filosofi pendidikan nasional yang terus berkembang hingga hari ini.
Pada Hardiknas 2025, kita kembali mengenang perjuangan Ki Hadjar Dewantara, khususnya dalam konteks pendidikan masa kini yang terus bertransformasi. Di tengah era digital dan kemajuan teknologi, prinsip-prinsip yang beliau ajarkan, seperti kebebasan berpikir, pembentukan karakter, dan pemerataan akses pendidikan, semakin relevan dan penting untuk diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini.
Warisan Ki Hadjar Dewantara terus hidup, tidak hanya dalam sistem pendidikan formal, tetapi juga dalam upaya pemerintah untuk merancang kebijakan-kebijakan yang memperhatikan kesejahteraan para pendidik dan memastikan bahwa setiap anak bangsa dapat menikmati pendidikan yang berkualitas. Hardiknas 2025 menjadi momen untuk merefleksikan kemajuan dan tantangan pendidikan di Indonesia, sambil tetap mengingat semangat Ki Hadjar Dewantara yang memperjuangkan pendidikan yang benar-benar merdeka.