Bukan Sekedar Tradisi, Warga Cina Benteng Ramai-ramai Buktikan Fenomena Telur Berdiri Saat Peh Cun
FeatureNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Foto : Dokumentasi Isty/TVRI/ Fenomena telur berdiri tanpa alat bantu saat perayaan Peh Cun di Sungai Cisadane, Kota Tangerang.

Tangerang, tvrijakartanews - Lima bulan paska perayaan Imlek berlangsung, warga Tionghoa biasanya menggelar tradisi khusus yang dikenal dengan Peh Cun. Tradisi ini juga turut dilakukan oleh warga Cina Benteng di wilayah Tangerang bahkan menjadi satu rangkaian festival yang menjadi salah satu destinasi wisata budaya di Kota Tangerang. Tanggal lima pada bulan ke lima penanggalan Imlek pun jatuh pada Sabtu (31/5/2025).

Sejak pagi, ratusan warga Cina Benteng sudah memadati bantaran Sungai Cisadane untuk memulai sembahyang Yue. Menurut keperacayaan mereka, pada hari ini posisi bumi dan matahari dipercaya berada dalam satu garis lurus. Hal ini menjadi pertanda bahwa energi positif di bumi sangat besar, sehingga menjadi waktu yang tepat untuk berdoa.

"Rangkaian acaranya sudah sejak kemarin, dan tadi malam ada ritual memandikan perahu papak kemudian dilanjutkan dengan sembahyang Yue di bantaran Sungai Cisadane. Untuk lomba perahu naga sendiri masih akan berlangsung sampai besok sore," ujar Ketua Pelaksana Festival Peh Cun, Herlinawati.

Selain tradisi memandikan perahu milik Kapitan Oey Khe Tay, warga juga ramai-ramai membuktikan fenomena bumi dan matahari dalam satu garis lurus dengan ritual mendirikan telur di atas tanah. Siapa saja yang berhasil membuat telur yang bulat bisa berdiri tegak, dipercaya akan beruntung sepanjang tahun dan diberikan berkah yang berlimpah.

"Itu juga jadi salah satu daya tarik buat masyarakat umum melihat fenomena telur bisa berdiri, bisa dilihat sendiri ya ada yang berhasil ada juga yang gagal. Memang ada waktu tertentu agar telurnya tidak jatuh, yaitu waktu tengah hari sekitar pukul 11.00 hingga pukul 13.00," lanjutnya.

Sementara itu, Wali Kota Tangerang Sachrudin mengatakan bahwa Festival Peh Cun sendiri sudah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda Indonesia sejak tahun 2022. Festival ini pun memiliki makna yang lebih besar dari sekedar perayaan budaya. Tradisi ini juga telah menjadi simbol kerukunan dan keberagaman yang mengakar kuat di tengah masyarakat Kota Tangerang.

“Festival ini bukan hanya milik komunitas Tionghoa semata, tetapi telah menjadi milik seluruh masyarakat. Inilah cerminan semangat toleransi, inklusivitas, dan kebersamaan yang selama ini menjadi kekuatan Kota Tangerang sebagai rumah bersama bagi semua budaya,” lanjutnya.

Sachrudin juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus menjadikan Festival Peh Cun sebagai momentum mempererat persaudaraan dan mengenalkan kekayaan budaya Kota Tangerang kepada dunia luar. Pemerintah Kota Tangerang juga akan terus mendukung penyelenggaraan kegiatan budaya sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan.

"Pelestarian budaya adalah warisan penting bagi generasi mendatang. Dengan menjaga tradisi, kita memperkuat identitas kota dan kebersamaan masyarakat, sekaligus meningkatkan ekonomi dan  pariwisata Kota Tangerang. Mari kita terus jaga dan lestarikan budaya bersama-sama,” tutupnya.