Diskualifikasi Paslon Bupati Fakfak Uta’yoh Dinilai Cacat Hukum, KPU RI Diminta Batalkan SK
Cerdas MemilihNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus pengacara pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Fakfak, Untung Tamsil dan Yohana Dina Hindom, Fahri Bachmid. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus pengacara pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Fakfak, Untung Tamsil dan Yohana Dina Hindom, Fahri Bachmid, menganggap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Fakfak yang mendiskualifikasi kliennya cacat hukum. Fahri meminta KPU RI dan KPU Provinsi Papua Barat segera membatalkan Keputusan KPU Fakfak Nomor 2668 Tahun 2024 yang menetapkan diskualifikasi tersebut.

"Kami meminta KPU RI dan KPU Provinsi Papua Barat meninjau kembali Keputusan KPU Fakfak dan mengembalikan hak pasangan Uta’yoh sebagai peserta Pemilihan Bupati Fakfak 2024," ujar Fahri di Jakarta, Kamis (14/11/2024).

Fahri menjelaskan, kliennya telah memenuhi seluruh persyaratan sebagai calon bupati dan wakil bupati Fakfak pada Pilkada 2024. Menurutnya, keputusan KPU Fakfak yang membatalkan pencalonan kliennya berdasarkan rekomendasi Bawaslu setempat tidak sah karena cacat prosedur.

“Klien kami sangat dirugikan karena telah memenuhi syarat pencalonan, tetapi kehilangan status sebagai peserta pilkada akibat keputusan yang terbit pada 10 November 2024 itu,” tegasnya.

Fahri menyebut keputusan KPU Fakfak didasarkan pada rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten Fakfak yang dianggap cacat prosedur. Menurutnya, Bawaslu Kabupaten Fakfak tidak memberikan kesempatan bagi pelapor untuk melengkapi syarat material dalam pengajuan rekomendasi.

"Bawaslu Kabupaten Fakfak mengeluarkan rekomendasi diskualifikasi tanpa prosedur yang benar. Ini cukup menjadi alasan hukum untuk membatalkan keputusan tersebut,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fahri menyoroti kesalahan KPU Fakfak yang menambah pasal-pasal dalam keputusan diskualifikasi. Ia menyatakan, KPU Fakfak memasukkan Pasal 71 ayat (2) dalam pertimbangan hukum meskipun ketentuan ini tidak direkomendasikan oleh Bawaslu.

“Ini adalah bentuk penyelundupan hukum yang sewenang-wenang, di mana KPU Kabupaten Fakfak melampaui kewenangannya dengan menambahkan ketentuan sanksi yang tidak direkomendasikan oleh Bawaslu,” kata Fahri.

Fahri juga menekankan bahwa sanksi diskualifikasi hanya bisa diberikan jika terjadi pelanggaran kumulatif atas Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Pemilihan. Dalam kasus ini, menurutnya, hanya ada satu pelanggaran yang dinilai oleh Bawaslu, yaitu Pasal 71 ayat (3), sedangkan pelanggaran Pasal 71 ayat (2) tidak terbukti.

“Jika salah satu unsur pelanggaran tidak terpenuhi, maka sanksi diskualifikasi tidak dapat dikenakan kepada klien kami," tandas Fahri.

Ia juga menegaskan, keputusan KPU Fakfak tidak membuktikan adanya keuntungan atau kerugian yang diperoleh paslon Uta’yoh akibat kewenangan dan program yang dijalankan. Fahri berharap KPU RI atau KPU Papua Barat segera membatalkan keputusan tersebut dan mengembalikan hak pasangan Uta’yoh untuk melanjutkan kontestasi Pilkada Fakfak 2024.

"Demokrasi harus diselamatkan dari tindakan yang mencederai proses pemilihan," tegas Fahri Bachmid.