
Suasana debat pamungkas Pilkada Jakarta 2024. Foto M Julnis Firmansyah
Jakarta, tvrijakartanews - Calon Gubernur Jakarta Nomor Urut 1, Ridwan Kamil alias RK, menekankan pentingnya prinsip keadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pembangunan proyek Giant Sea Wall alias tanggul laut raksasa di pesisir Jakarta. Hal ini ia sampaikan dalam debat Pilkada Jakarta 2024 yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2024).
Menurut Ridwan, pembangunan yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) ini tidak hanya harus memenuhi tujuan mitigasi banjir pesisir tetapi juga membawa manfaat nyata bagi masyarakat, terutama masyarakat pesisir.
“Kawasan Giant Sea Wall harus menjadi ruang sosial yang bermanfaat bagi masyarakat, termasuk generasi muda. Ini adalah bagian dari keadilan tata ruang agar masyarakat pesisir juga mendapatkan manfaat. Selain itu, kami juga berencana memperluas kawasan mangrove untuk meningkatkan manfaat ekologis,” ujar RK.
Mantan Gubernur Jawa Barat itu menambahkan bahwa dialog dengan masyarakat, organisasi lingkungan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) merupakan langkah kunci sebelum melanjutkan proyek. “Warga harus dilibatkan untuk memastikan apakah Giant Sea Wall adalah satu-satunya solusi,” imbuhnya.
Dalam debat itu, calon nomor urut 3, Pramono Anung, menyambut baik gagasan Ridwan Kamil dan menekankan bahwa pembangunan infrastruktur harus sejalan dengan keberlanjutan lingkungan. Ia bahkan mengusulkan tambahan konsep Giant Mangrove Wall sebagai pendamping Giant Sea Wall.
“Selain melindungi pesisir, mangrove dapat meningkatkan ekosistem secara alami. Komitmen ini akan kami lanjutkan dengan menanam pohon mangrove sebagai kekuatan bersama. Kami juga akan melibatkan masyarakat pesisir dalam proses pembangunan,” kata Pramono.
Pramono memastikan pemerintah Jakarta bertanggung jawab menyelesaikan 11,1 kilometer proyek Giant Sea Wall yang belum rampung. Ia menilai proyek ini penting untuk melindungi Jakarta dari banjir dan abrasi.
Sementara itu, calon nomor urut 2, Dharma Pongrekun, menyoroti dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat pesisir akibat proyek ini. Ia menyebut nelayan mengalami kerugian hingga Rp137 miliar per tahun akibat terganggunya aktivitas mereka.
“Pemerintah harus memberikan ganti rugi tahunan kepada nelayan untuk menutup kerugian tersebut. Proyek ini harus memastikan masyarakat pesisir tidak dirugikan,” tegas Dharma.
Dharma juga menekankan bahwa meskipun proyek Giant Sea Wall adalah PSN, pendekatannya harus berpusat pada manusia. Ia meminta agar pemerintah lebih peka terhadap kebutuhan masyarakat pesisir, khususnya nelayan.