Hampir 500 Ilmuwan Kutub Adakan Pertemuan Darurat di Australia, Bahas Masa Depan Antartika
Tekno & SainsNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Gambar: Suzan Kiršić/Unsplash (IFL Science)

Jakarta, tvrijakartanews - Ratusan ilmuwan berkumpul untuk sebuah "pertemuan darurat" di Australia guna membahas masa depan Antartika yang terancam. Menyimpulkan temuan mereka dalam sebuah pernyataan yang dilansir dari IFL Science (25/11) para peneliti kutub menyampaikan pesan yang tegas: tindakan mendesak diperlukan untuk mencegah mencairnya Antartika dan kenaikan permukaan laut yang dahsyat di seluruh dunia.

“Tidak ada tempat di Bumi yang memiliki penyebab ketidakpastian yang lebih besar dalam proyeksi kenaikan muka air laut selain dari Antartika Timur, di halaman belakang Australia. Lapisan Es Antartika Timur sendiri menyimpan cukup air untuk menaikkan muka air laut global sekitar 50 meter (164 kaki) jika mencair sepenuhnya. Implikasinya terhadap kota-kota pesisir dan infrastruktur kita sangat besar. Layanan Samudra Selatan dan Antartika, penyerap karbon samudra dan pendingin udara planet, telah dianggap biasa saja. Pergeseran akibat pemanasan global yang diamati di wilayah tersebut sangat besar. Penelitian terkini menunjukkan rekor terendah es laut, gelombang panas ekstrem yang melebihi 40°C (72°F) di atas suhu rata-rata, dan peningkatan ketidakstabilan di sekitar lapisan es utama. Pergeseran ekosistem di daratan dan di laut menggarisbawahi transformasi cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah sensitif ini. Hilangnya es yang tak terkendali yang menyebabkan kenaikan permukaan laut yang cepat dan dahsyat mungkin terjadi dalam masa hidup kita. Apakah titik kritis yang tak dapat diubah itu telah berlalu masih belum diketahui," bunyi pernyataan tersebut.

Konferensi Penelitian Antartika Australia 2024 diadakan minggu ini di Universitas Tasmania di Hobart, yang melibatkan hampir 500 pakar kutub dari seluruh negeri, sekitar dua pertiganya adalah peneliti awal karier.

Menurut Kemitraan Program Antartika Australia (AAPP), organisasi di balik pertemuan puncak tersebut, permukaan laut global telah meningkat hingga 10,5 sentimeter (lebih dari 4 inci) dalam 30 tahun terakhir.

Mencairnya es di Antartika akibat perubahan iklim, merupakan faktor utama dalam peningkatan tersebut. Benua paling selatan tersebut saat ini kehilangan sekitar 17 juta ton es, setara dengan es batu raksasa berukuran 260 meter (853 kaki) di setiap sisinya, setiap jam.

Laju pencairan tampaknya juga semakin cepat. Citra satelit menunjukkan bahwa Antartika kehilangan es enam kali lebih cepat daripada 30 tahun yang lalu. Bahkan Antartika Timur, yang dulunya dianggap relatif stabil dan kebal terhadap perubahan, mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan ekstrem, seperti gelombang panas dan peristiwa pencairan besar-besaran.

Jika dunia meningkatkan emisi gas rumah kacanya, kota-kota pesisir di Australia kemungkinan akan mengalami kenaikan permukaan laut sebesar 80 sentimeter (31 inci) yang dahsyat pada tahun 2100, kata AAPP. Adaptasi dapat membantu meringankan masalah ini, namun pada akhirnya dunia perlu memberlakukan pengurangan emisi gas rumah kaca yang mendalam, cepat, dan berkelanjutan untuk membatasi bencana yang akan terjadi.

"Masyarakat kita harus menetapkan dan memenuhi target untuk 'menekuk kurva karbon' secepat mungkin. Kegagalan untuk mengurangi emisi dengan cepat, setiap tahun dan setiap ton, akan mengakibatkan generasi sekarang dan mendatang mengalami kenaikan permukaan laut yang lebih besar," lanjut para peneliti.