
Eks Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius N.S Kosasih (ANSK), tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi investasi fiktif PT Taspen tahun anggaran 2019 dihadirkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2024) malam.
Jakarta, tvrijakartanews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang menjerat eks Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius N.S Kosasih (ANSK) telah menguntungkan sejumlah pihak dan korporasi.
Empat korporasi di antaranya adalah PT Insight Investment Management (IIM), yang untung Rp 78 miliar, PT VSI sebesar Rp2,2 miliar, PT PS sebesar Rp102 juta dan PT SM sebesar Rp44 juta.
Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, perbuatan melawan hukum itu dilakukan ANSK bersama Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto (EHP).
"(Kemudian) pihak lain yang terafiliasi dengan tersangka ANSK dan tersangka EHP," ucap Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2025) malam.
Selain itu, Asep menyebut perbuatan ANSK dan EHP juga telah merugikan negara Rp 200 miliar.
Keduanya melakukan kongkalikong demi menempatkan dana perusahaan Rp 1 triliun pada reksadana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM.
"Rangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka tersebut diduga telah merugikan keuangan negara atas penempatan dan investasi PT Taspen sebesar Rp1 triliun pada reksadana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM, setidak-tidaknya sebesar Rp200 miliar," kata Asep.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan ANSK dan EHP sebagai tersangka. Dugaan korupsi di PT Taspen ini menyangkut dengan penempatan dana perusahaan senilai Rp 1 triliun untuk kegiatan investasi, tetapi sebagain investasi itu diduga fiktif.
Adapun konstruksi perkara ini, ANSK dan EHP melakukan kongkalikong untuk kegiatan investasi dengan menempatkan dana PT Taspen sebesar Rp 1 triliun pada sukuk ijarah PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) atau TPS Food 2. Padahal, PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) telah mengeluarkan peringkat tidak layak untuk sukuk ijarah tersebut.
Menurut Asep, ANSK malah meminta EHP untuk mengakali sukuk ijarah TPS Food 2, dengan skema optimalisasi reksadana yang menyalahi aturan.
"(Seharusnya) untuk penanganan sukuk dalam perhatian khusus adalah hold and average down. Jadi menahan untuk tidak memperjualbelikan, nanti kalau harganya naik baru dilepas. Jadi tidak dengan optimalisasi, tidak disuntikan dana lagi," ucap Asep.