
Dubba, sebuah pencuci mulut khas berbahan dasar labu. Foto : Reuters
Sana'a, Yaman, tvrijakartanews - Di tengah hiruk-pikuk kota Sana’a, terdapat sebuah toko manisan kecil milik Rayyan Al-Faqih yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner Yaman. Di sinilah Dubba, sebuah pencuci mulut khas berbahan dasar labu, disiapkan dengan penuh perhatian dan dedikasi. Hidangan ini telah dinikmati selama bertahun-tahun oleh masyarakat setempat dan terinspirasi oleh ajaran Nabi Muhammad.
Bagi penduduk Sana’a, Dubba bukan hanya sekadar makanan penutup. Hidangan ini kaya akan rasa, lembut di lidah, dan mengandung makna yang lebih dalam. Rayyan Al-Faqih, pemilik toko manisan yang sudah lama dikenal, menjelaskan bahwa permintaan terhadap Dubba begitu tinggi sehingga hidangan ini terus disajikan dan bahkan menjadi bagian dari tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Yaman.
“Permintaan yang besar terhadap makanan penutup labu membuat kami terus menyajikannya. Dan orang-orang terus mengonsumsinya hingga menjadi bagian dari kebiasaan dan tradisi yang populer,” kata Al-Faqih, dengan senyum ramah. Bagi mereka, Dubba tidak hanya menyuguhkan kenikmatan rasa, tetapi juga melambangkan akar budaya dan agama yang sangat kuat.
Al-Faqih menambahkan bahwa Dubba bisa disiapkan dalam berbagai cara, mulai dari selai labu yang dicampur susu atau tahini dan biji wijen, hingga yang dimasak dalam oven atau dijadikan minuman segar. Variasi ini memungkinkan setiap orang untuk menikmati Dubba sesuai selera masing-masing, namun yang tak berubah adalah kenyamanan dan manfaat kesehatannya.
Bukan hanya soal rasa, Dubba juga memiliki makna religius yang mendalam. Di Yaman, labu dianggap sebagai simbol yang kuat dalam tradisi Islam. Hal ini tidak lepas dari cerita Nabi Yunus dalam Al-Qur'an, yang disebutkan dalam kisah penyelamatan oleh labu. Selain itu, ada juga riwayat Hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad sangat menyukai labu.
Bagi Hamed Al-Taheri, seorang petani labu yang menjual hasil taninya di pasar, kepercayaan terhadap labu sudah ada sejak lama. “Labu disebutkan dalam kisah Nabi Yunus, dan itu membuat kami meyakini bahwa labu memiliki nilai religius yang tinggi,” ujarnya.
Keistimewaan Dubba ini tak hanya berhenti pada kelezatannya. Hidangan ini telah menjadi simbol rasa syukur dan penghormatan terhadap ajaran Nabi Muhammad yang mengajarkan untuk menghargai makanan sederhana, namun penuh dengan nilai gizi. Tradisi ini terus berkembang, dan kini, toko-toko manisan di Sana’a tidak pernah kehabisan stok labu untuk membuat Dubba, yang telah menjadi bagian dari identitas budaya Yaman.
Di tengah kondisi yang penuh tantangan, Dubba tetap bertahan. Hidangan ini bukan hanya mempererat ikatan budaya dan spiritual masyarakat Sana’a, tetapi juga mengingatkan mereka akan pentingnya menghargai makanan yang sederhana dan penuh makna. Saat menikmati seporsi Dubba, mereka tidak hanya merasakan kenikmatan rasa, tetapi juga menghidupkan kembali sejarah dan tradisi yang telah membentuk mereka.