Kejagung Sita 21 Moge dan 3 Mobil Mewah dari Rumah Ariyanto Bahri Tersangka Suap Vonis Lepas Perkara Ekspor CPO
NewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Penampakan 21 motor gede (moge) dan tujuh sepeda yang disita Kejagung dari kediaman Ariyanto Bahri (AR), tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) untuk tiga perusahaan industri kelapa sawit. (Foto: Chaerul Halim).

Jakarta, tvrijakartanews - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 21 motor gede (moge) dan tujuh sepeda dari kediaman Ariyanto Bahri (AR), tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) untuk tiga perusahaan industri kelapa sawit.

Selain itu, penyidik juga menyita satu unit mobil merek Toyota Land Cruiser dan dua mobil merek Land Rover di rumah AR, Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur.

"Kemudian 21 unit sepeda motor, ini di sebelah kanan saya, banyak motor besar ya, dan tujuh sepeda, juga ini disita dari rumah Ariyanto Bahri," kata Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Senin (14/4/2025) dini hari.

Kemudian, penyidik juga telah menyita 10 lembar pecahan 100 dollar Singapura dan 74 lembar pecahan 50 dollar Singapura. Di mana, uang tersebut telah disita dari rumah Aryanto Bakri.

"Yang bersangkutan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka satu hari yang lalu," ucap Qohar.

Selain Ariyanto Bahri, Kejagung juga telah menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas tiga perusahaan besar yang terjerat perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Jakarta Pusat.

Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Panitera Muda Perdata Jakarta Utara berinisial WG dan Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso.

Kemudian, Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ali Muhtarom (AM) selaku hakim pada Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto (DJU) selaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat dalam menangani perkara tersebut.

Ketiga hakim itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 Ayat (2) jo. Pasal 18 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, tersangka WG disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 jo. Pasal 11 jo. Pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian, tersangka Marcella Santoso dan AR disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lalu, tersangka Muhammad Arif Nuryanta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.