
Presiden Prabowo Subianto menghadiri acara puncak Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (23/7/2025). Foto Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews — Presiden Prabowo Subianto menghadiri acara puncak Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (23/7/2025). Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan pidato bernada kritik keras terhadap praktik pengoplosan beras bersubsidi yang merugikan negara hingga Rp100 triliun per tahun.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyoroti ironi sistem pangan nasional yang justru merugikan rakyat. Ia mengaku menerima laporan bahwa praktik mencampur beras bersubsidi dan menjualnya sebagai beras premium telah berlangsung sistematis dan masif.
“Beras yang disubsidi ini ditempel katanya beras premium. Menurut saudara benar atau tidak? Ini adalah pidana. Ini enggak benar, ini pidana, yang saya katakan kurang ajar, serakah,” tegas Prabowo.
Menurut Presiden, hampir seluruh rantai produksi beras sudah disubsidi oleh negara. Mulai dari benih, pupuk, bahan bakar alat pertanian, hingga pembangunan waduk dan irigasi—semuanya menggunakan anggaran publik. Namun pada akhirnya, beras tersebut dikemas ulang dan dijual dengan harga tinggi.
“Dorongannya saya dapat laporan, satu tahun dengan permainan ini—beras biasa diganti bungkusnya, dibilang beras premium—dijual, ini kekayaan kita hilang Rp100 triliun tiap tahun,” ungkapnya.
Prabowo bahkan menyebut praktik tersebut sebagai bentuk ekstrem dari keserakahan dalam ekonomi. Ia menyindir bahwa apa yang terjadi di sektor pangan Indonesia bukan lagi sekadar neoliberalisme atau kapitalisme, tetapi "serakahnomics".
“Saya sampai cari-cari mazhab ekonomi apa ini... Ini bukan mazhab neoliberal, ini mazhab serakah. Tolong kawan-kawan di universitas, buka bidang studi baru: serakahnomics,” katanya disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.
Di hadapan tokoh-tokoh senior PKB dan Nahdlatul Ulama, Prabowo juga menegaskan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia harus kembali ke semangat Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan asas kekeluargaan, bukan konglomerasi.
“Asas kekeluargaan itu artinya seluruh bangsa Indonesia harus diperlakukan sebagai keluarga. Ini bertentangan dengan mazhab neoliberal yang bilang biar segelintir orang tambah kaya, nanti kekayaannya netes ke bawah. Kenyataannya netesnya lama banget, 200 tahun juga enggak turun,” ujar Prabowo.
Ia menutup pidatonya dengan menyatakan bahwa praktik kecurangan seperti pengoplosan beras harus segera dihentikan demi mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.