
Andhyta Firselly Utami, perwakilan Sekretariat Bijak (paling kiri) membuka sesi Touch Base Bareng DPR: Catch Up Komitmen Iklim Indonesia sebuah dialog interaktif yang digelar pada Jumat malam (8/8) di ARTOTEL Thamrin, Jakarta Pusat. Touch Base menjadi alternatif ruang dialog yang melengkapi fungsi reses, masa ketika anggota DPR memiliki kewajiban untuk kembali ke dapil guna menyerap aspirasi warga. Andhyta Firselly Utami, perwakilan Sekretariat Bijak (paling kiri) membuka sesi Touch Base Bareng DPR: Catch Up Komitmen Iklim Indonesia sebuah dialog interaktif yang digelar pada Jumat malam (8/8) di ARTOTEL Thamrin, Jakarta Pusat. Touch Base menjadi alternatif ruang dialog yang melengkapi fungsi reses, masa ketika anggota DPR memiliki kewajiban untuk kembali ke dapil guna menyerap aspirasi warga. Foto Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews – Kekhawatiran akan kualitas udara yang memburuk dan banjir yang semakin sering melanda Jabodetabek mendorong puluhan anak muda untuk berdialog langsung dengan para wakil rakyatnya di Senayan. Dalam forum bertajuk "Touch Base Bareng DPR: Catch Up Komitmen Iklim Indonesia" di Jakarta Pusat, mereka menagih komitmen para legislator terkait kebijakan iklim yang dinilai berjalan lambat.
Fokus utama diskusi adalah dua regulasi krusial yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, yakni Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) serta RUU Pengelolaan Perubahan Iklim (PPI).
Dalam forum yang digagas platform edukasi politik Bijak Memantau itu, hadir sejumlah legislator dari daerah pemilihan (dapil) Jabodetabek, di antaranya Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno dari Fraksi PAN, Jalal Abdul Nasir dari Fraksi PKS, serta Nurwayah dari Fraksi Partai Demokrat.
Menanggapi aspirasi tersebut, Eddy Soeparno mengakui bahwa Indonesia tidak lagi sekadar menghadapi perubahan iklim, melainkan sudah masuk fase krisis.
"Karena itu, dibutuhkan regulasi yang jelas dan tegas. Kami di DPR langsung melakukan aksi, termasuk dalam penyusunan RUU EBET yang sudah masuk tahap akhir dan ditargetkan bisa disahkan akhir tahun ini," kata Eddy dikutip Sabtu (09/08/2025).
Hal senada disampaikan Nurwayah. Menurutnya, isu perubahan iklim bukan lagi soal masa depan, tetapi persoalan nyata yang dirasakan warga Jakarta sehari-hari, dari polusi hingga banjir.
"Saya mengapresiasi kegiatan town hall ini. Komitmen saya adalah memastikan proses legislasi berjalan adil, inklusif, dan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok yang paling rentan," tuturnya.
Sementara itu, Jalal Abdul Nasir menyoroti pentingnya sinergi semua pihak untuk bergerak dalam satu visi. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor ini tidak hanya untuk memenuhi target iklim, tetapi juga untuk membuka lapangan kerja hijau dan memperkuat ekonomi bangsa.
Adapun anggota Komisi IV DPR Endang Setyawati Thohari dari Fraksi Gerindra yang berhalangan hadir, menitipkan pesan bahwa menjaga kelestarian alam adalah wujud bela negara.
"Mencintai Indonesia berarti menjaga hutan, laut, dan udara melalui regulasi yang berpihak pada keberlanjutan," tulis Endang dalam pesannya.
Perwakilan Sekretariat Bijak Memantau, Andhyta Utami, mengatakan, acara ini dirancang sebagai jembatan partisipasi yang setara dan kolaboratif, melengkapi fungsi reses yang kerap belum dimanfaatkan maksimal oleh warga urban.
"Politik seharusnya tidak berhenti pada hari pemilu, tapi terus hidup lewat dialog berkelanjutan. Ketika warga tahu siapa wakilnya dan punya saluran aspirasi, kebijakan yang dihasilkan akan lebih relevan," jelasnya.
Dukungan juga datang dari Country Director Westminster Foundation for Democracy (WFD), Ravio Patra, yang menjadi mitra acara. Ia menekankan, perubahan iklim sudah terjadi sekarang dan proses legislasi tidak bisa menunggu kesiapan yang sempurna.
"Langkah cepat dan tegas dari DPR akan menjadi sinyal bahwa Indonesia serius mengambil peran dalam menghadapi krisis ini dan melindungi generasi mendatang," ujar Ravio.