
Pakar energi dari Universitas Islam Riau, Ira Herawati, mengatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat memang sudah lama terbit, bahkan sejak tahun 1970-an. Hal ini disampaikan Ira untuk membenarkan apa yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu. Foto M Julnis Firmansyah
Jakarta, tvrijakartanews - Pakar energi dari Universitas Islam Riau, Ira Herawati, mengatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat memang sudah lama terbit, bahkan sejak tahun 1970-an. Hal ini disampaikan Ira untuk membenarkan apa yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu.
“Apa yang dikatakan Pak Bahlil itu benar, kalau misalkan IUP itu memang sudah lama. Dan dia hanya menjalankan sesuai dengan peraturan pemerintah yang saat ini sedang dia lakukan. Dia bilang kan kalau IUP itu seolah-olah menyerang saat dia menjabat. Padahal IUP itu kan sudah lama," ujar Ira dalam Diskusi Satu Tahun Kabinet Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi di Pekanbaru, Riau, Sabtu (15/11/2025).
Oleh karena itu, ia menilai tidak tepat jika kritik atas penerbitan IUP Raja Ampat diarahkan ke Ketua Umum Partai Golkar itu. Bahkan Ira menilai pemerintah telah menunjukkan keseriusannya dalam pengelolaan tata kelola tambang di Indonesia. Hal itu, kata dia, salah satunya dibuktikan dengan penertiban sejumlah IUP di kawasan Raja Ampat oleh Menteri Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil mencabut 4 dari 5 IUP di Raja Ampat. Menurut Ira, langkah Bahlil itu selain menunjukkan keseriusan perbaikan tata kelola, juga membuktikan bahwa pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat.
"Ya, kalau ada pencabutan tentu memenuhi harapan banyak warga, masyarakat yang berharap sangat luas bahwa izin kelola tata kelola tambang itu dicabut. Dengan melakukan itu berarti kan menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengapresiasi permintaan warganya. Dan ya itu juga tentu dengan tata kelola tambangnya juga berarti ada perbaikan," ungkapnya.
Mengenai masih adanya satu perusahaan yang masih diberikan IUP di Raja Ampat, menurut Ira keputusan itu pasti berdasarkan studi kelaiakan yang sesuai. Selain itu, ia menyebut IUP yang kini dipegang oleh PT GAG itu sudah diberikan sejak tahun 1970-an atau jauh sebelum Bahlil menjabat bahkan lahir.
Setali tiga uang, ekonom Universitas Persada Bunda Indonesia, Riyadi Mustofa, juga membenarkan bahwa IUP Raja Ampat terbit sebelum Bahlil menjabat. Sebab sebelum adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kewenangan penerbitan IUP berada di tangan pemerintah daerah, provinsi, dan pusat. Baru setelah aturan itu terbit, kewenangan sepenuhnya dipegang oleh pusat.
Riyadi menyebut pemerintah juga telah melakukan evaluasi terhadap semua IUP, khususnya yang ada di Raja Ampat, pascaaturan itu muncul. Jika saat ini masih ada perusahaan tambang yang masih beroperasi di Raja Ampat, ia menilai hal itu karena perusahaan sudah memenuhi syarat yang diminta.
"Kalau semua peraturan ditaati, secara hukum tidak ada masalah. Permasalahan timbul ketika tidak sesuai dengan dokumen amdal-karena dokumen itu konsekuensi hukum. Yang taat lanjut dan keberlanjutan itu memberikan kepastian hukum. Karena kalau sudah keluar persetujuan lingkungan, berarti legal. Masyarakat juga terlibat dalam proses AMDAL melalui konsultasi publik dan penilaian komisi," kata Riyadi.
Sementara itu, pakar komunikasi publik dari Universitas Riau, Chelsy Yesicha, mengapresiasi ketegasan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam menertibkan IUP yang akan berdampak positif terhadap integritasnya. Menurut dia masyarakat saat ini perlu bukti konsisten pemerintah dalam menjaga lingkungan.
Apalagi, kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola tambang sempat goyah usai framing negatif terhadap pertambangan di Raja Ampat. Namun, ia menyebut langkah Bahlil menertibkan IUP itu sudah on the track dalam menumbuhkan kepercayaan publik atas tata kelola pertambangan di Indonesia.
"Saya rasa salah satunya itu (menumbuhkan kepercayaan masyarakat). Kita perlu waktu untuk mengembalikan kepercayaan. Masyarakat sudah tahu dengan budaya-budaya pemerintah, retorika dan janji pemerintah. Untuk mengembalikan itu memang perlu waktu dan kehati-hatian," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa penerbitan IUP di Raja Ampat tidak ada kaitannya dengan dirinya. Dia mengatakan, terdapat sejumlah pihak yang mengaitkan soal penerbitan izin tambang di Raja Ampat tersebut dengan kepemimpinannya saat ini. Padahal, Bahlil menjelaskan terdapat lima IUP di Raja Ampat yang satu di antaranya dikelola oleh badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT Gag Nikel, anak perusahaan Antam, yang merupakan kontrak karya sejak era 1970-an
"Ibu saya sama ayah saya belum ketemu, Pak. Barang ini sudah ada. Saya belum ada di muka bumi. Tapi dikaitkan seolah-olah itu saya yang urus," ujar Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Menurut Bahlil, empat IUP lainnya justru telah dicabut oleh pemerintah karena ditemukan berbagai pelanggaran administratif dan lingkungan. Pencabutan itu dilakukan setelah kunjungan langsung ke lapangan. "Empat perusahaan yang saya cabut itu IUP-nya dikeluarkan tahun 2004 oleh bupati lama. Karena undang-undang rezim lama dikeluarkan oleh kepala daerah dan sebagian oleh gubernur. Itu pun kami cabut," ucap dia.

