Waspada Skoliosis Pada Remaja, Bahaya Jika Tidak Segera Ditangani
FeatureNewsHotAdvertisement
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto : Dokumentasi Isty/TVRI. dr. Phedy, Sp.OT (K) Spine, Konsultan Tulang Belakang menunjukan perbedaan antara tulang belakang normal dan skoliosis

Tangerang, tvrijakartanews - Skoliosis rupanya menjadi salah satu kelainan tulang belakang yang mengintai anak di usia pubertas atau usia 10 hingga 14 tahun. Kelainan ini menyebabkan tulang belakang tumbuh tidak sempurna, sehingga membuat penderitanya merasakan ketidaknyamanan akibat tulang belakang yamg bengkok.

Menurut dokter ortopedi dari Eka Hospital BSD, Tangerang, dr. Phedy, Sp.OT (K) Spine, Konsultan Tulang Belakang penyakit ini harus ditangani sedini mungkin agar tidak mengganggu kinerja organ tubuh yang lainnya. Pasalnya, semakin parah skoliosis yang diderita maka gangguan pada organ dalam semakin parah, terutama kinerja paru-paru.

“Paru-paru itu kan letaknya terbungkus tulang iga, jadi ketika tulang belakang itu tumbuhnya tidak normal maka otomatis akan menekan paru-paru itu. Sehingga dalam keadaan yang sudah parah, pasien juga akan mengalami kesulitan bernapas," ujarnya pada Jumat (17/5/2024).

Pada penderita skoliosis satu-satunya cara untuk membuat tulang belakang kembali normal adalah dengan memasang brace atau penyangga pada tulang belakang. Brace sendiri adalah alat sejenis korset yang dipakai jangka panjang. Cara ini bisa dilakukan apabila kemiringan tulang belakang belum terlalu parah, sehingga terapi ini biasanya dilakukan pada pasien yang mendapatkan diagnosa lebih awal.

"Pemasangan brace ini hanya bisa dilakukan jika derajat kemiringan tulangnya belum parah, makanya memang lebih baik berobat sedini mungkin supaya ditangani lebih cepat," lanjutnya.

Skoliosis biasnya muncul satu tahun sebelum masa pubertas sampai dua tahun sesudahnya, saat itulah fase anak remaja sedang tumbuh tinggi dengan cepat. Sampai saat ini belum ada kepastian mengenai penyebab skoliosis pada remaja. Ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebabnya, salah satunya adalah hormon melakolin yang tidak benar, kurangnya masa otot, hingga kurang vitamin D.

“Tapi itu sebatas teori yang tidak bisa terbukti pada semua pasien. Misalnya, kalau kita bilang oh ini scoliosisnya terjadi karena kurang vitamin D, ternyata banyak juga yang kurang vitamin D tapi tidak scoliosis. Atau sebaliknya, ada juga cukup vitamin D tapi terjadi scoliosis, jadi teori itu tidak bisa dibuktikan pada semua pasien,” tutur Phedy.

Namun, jika kondisi pasien sudah bisa ditangani dengan brace, maka satu-satunya cara untuk menangani skoliosis adalah melalui operasi. Oleh karena itu, orang tua diminta waspada dan teliti jika tubuh anaknya terlihat berbeda. Meskipun operasi skoliosis cenderung berhasil, namun tetap saja hal itu bisa dihindari jika diagnosis pasien ditemukan lebih awal.

"Operasi itu langkah terakhir, kalau sudah tidak bisa pakai brace mau tidak mau ya harus operasi. Saya pernah dapat pasien yang kemiringannya itu 120 derajat, itu cuma bisa ditangani lewat operasi," lanjutnya.

Ciri-ciri skoliosis pun sebenarnya bisa diketahui dengan mudah dan berbeda dari kelainan tulang belakang lain akibat kebiasaan postur tubuh yang buruk. Salah satunya adalah bentuk tubuh yang tidak simetris, biasanya postur tubuh penderita skoliosis akan terlihat miring dan tidak bisa diluruskan sendiri. Atau yang lebih mudah, ketika diminta pasien scoliosis untuk membungkuk, tonjolan punggung belakang tidak akan sama tinggi.

“Tidak seimbang antara kiri dan kanan, tidak simetris. Jadi kalau kita lihat bahunya nih, kiri dan kanan tidak sama tinggi, lipatan kulit biasa nya kalau gemuk, kiri dan kanan tidak sama tinggi, atau ketika dia berdiri dengan tangan menjuntai ke bawah, jarak antara tubuh dan siku tidak sama, ada yang lebih jauh dan lebih dekat,” tuturnya.