Soal MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Hasto: Penyalahgunaan Kekuasaan yang Berujung Nepotisme
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. (Foto: Chaerul Halim).

Depok, tvrijakartanews - Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah aturan perhitungan syarat usia calon untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) sebagai suatu produk hukum yang dihasilkan dari penyalahgunaan kewenangan kekuasaan.

Dengan begitu, dia berpandangan, putusan MA itu memang untuk memuluskan jalan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk melenggang menjadi bakal calon gubernur-wakil gubernur pada Pilkada serentak 2024.

"Ini kan menunjukan suatu kepentingan sehingga yang diubah adalah 30 tahun pada saat nanti dilantik. Ini kan merupakan suatu penyalahgunaan kewenangan kekuasaan dengan menggunakan hukum dan ujungnya tetap nepotisme," kata Hasto di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat Senin (3/6/2024).

Untuk itu, Hasto menuturkan, putusan MA mengenai perubahan aturan syarat usia calon kepala daerah itu harus dikoreksi lantaran dilahirkan oleh penyimpangan kekuasan.

"Ini yang harus dikoreksi dan kampus juga menjadi kebenaran dalam melakukan suatu koreksi terhadap penyimpangan kekuasaan itu," ucap dia.

Di satu sisi, Hasto tak menampik bahwa ada pendapat bahwa putusan MK itu membuka peluang bagi anak muda agar bisa memimpin daerah.

Namun, ia tak bersependapat lantaran syarat usia yang diubah itu diatur secara spesifik 30 tahun setelah dilantik. Sebab secara tak langsung, aturan itu mengarah sebagaimana usia Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep yang akan berusia 30 tahun pada 24 Desember 2024.

Menurut jadwal, pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur dibuka pada 27-29 Agustus mendatang. Dengan putusan MA itu, Kaesang bisa ikut mendaftarkan diri meskipun usianya belum genap 30 tahun saat pendaftaran. Bila ternyata terpilih, Kaesang dapat memenuhi syarat sebagai kepala/wakil kepala daerah lantaran usianya nanti sudah masuk usia 30 tahun sebelum pelantikan kepala daerah.

"Putusan MA itu jauh dari suatu substansi untuk mendorong kepemimpinan anak muda, karena kalau kepemimpinan anak muda kenapa? Misalnya 25 tahun sekalian berdasarkan fakta-fakta empiris di negara demokrasi yang sudah maju," ucap Hasto.

Sebagai informasi, Mahkamah Agung meminta Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mencabut aturan syarat usia calon untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang tertuang di dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020.

Permintaan ini dilayangkan setelah pihak MA mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Partai Garuda, dengan perkara nomor 23 P/HUM/2024 terkait batas usia calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.

Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung mengubah ketentuan yang awalnya calon kepala daerah berusia 30 tahun terhitung dari saat penetapan calon, kini terhitung setelah pelantikan calon.

Berikut ini bunyi PKPU Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020.

"Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon," bunyinya.

Namun, ketentuan PKPU diubah oleh MA dengan alasan aturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih," bunyi putusan MA tersebut.