Kata 'Bot' Semakin Sering Digunakan Sebagai Hinaan di Media Sosial
Tekno & SainsNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto: Shutterstock

Jakarta, tvrijakartanews - Menyebut seseorang sebagai “bot” di media sosial sama dengan mencurigai bahwa mereka sebenarnya adalah sebuah perangkat lunak. Namun, tim peneliti mengatakan kini penggunaan kata tersebut bergeser menjadi penghinaan terhadap seseorang.

Melansir reuters, banyak upaya untuk mendeteksi bot media sosial menggunakan algoritme untuk mencoba mengidentifikasi pola perilaku yang lebih umum terjadi pada akun otomatis yang dikendalikan oleh komputer, arti tradisional dari bot, namun keakuratannya dipertanyakan.

“Penelitian terbaru benar-benar berfokus pada pendeteksian bot sosial, yang merupakan masalah tersendiri karena kita mempunyai masalah kebenaran dasar,” kata Dennis Assenmacher dari Leibniz Institute for Social Sciences di Cologne, Jerman.

Untuk menyelidikinya, Assenmacher dan rekan-rekannya melihat bagaimana pengguna memandang apa itu bot atau bukan. Mereka melakukannya dengan melihat bagaimana kata “bot” digunakan di Twitter antara tahun 2007 dan Desember 2022 (jejaring sosial tersebut berganti nama menjadi X pada tahun 2023, setelah dibeli oleh Elon Musk), menganalisis kata-kata yang muncul di sebelahnya pada lebih dari 22 juta tweet berbahasa Inggris.

Tim menemukan bahwa sebelum tahun 2017, kata tersebut biasanya digunakan bersamaan dengan dugaan perilaku otomatis yang biasanya sesuai dengan definisi bot, seperti perangkat lunak, skrip, atau mesin. Setelah tanggal tersebut, penggunaannya bergeser.

“Sekarang, tuduhan-tuduhan tersebut menjadi lebih seperti sebuah penghinaan, tidak manusiawi, menghina mereka, dan menggunakan ini sebagai teknik untuk menyangkal kecerdasan mereka dan menolak hak mereka untuk berpartisipasi dalam percakapan,” kata Assenmacher.

Meskipun penyebab pergeseran ini tidak jelas, Assenmacher mengatakan hal ini mungkin bersifat politis. Tim tersebut mengamati akun-akun penting yang diikuti oleh setiap pengguna Twitter, seperti politisi dan jurnalis, untuk mengklasifikasikan pengguna ke dalam kelompok sayap kiri atau kanan. Ternyata pengguna yang berhaluan kiri lebih cenderung menuduh orang lain sebagai bot, dan mereka yang dituduh cenderung berhaluan kanan.

“Penjelasan potensialnya mungkin adalah bahwa media sering memberitakan tentang jaringan bot sayap kanan yang mempengaruhi peristiwa-peristiwa besar seperti pemilu AS (2016). Namun, ini hanya spekulasi dan memerlukan konfirmasi,”  jelas Assenmacher.