Keresahan Terhadap Warisan Budaya, Jadi Cikal Bakal Terciptanya Lagu Daerah Banten
FeatureNewsHot
Redaktur: Citra Sandy Anastasia

Foto : Dokumentasi Isty/TVRI. Syahri Aliman salah satu pencipta lagu daerah Banten.

Tangerang, tvrijakartanews - Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi baru yang terbentuk karena pemekaran Provinsi Jawa Barat. Terbentuk pada tahun 2000 silam, Banten masih dibayang-bayangi Jawa Barat yang sarat dengan kebudayaan sunda. Bisa dikatakan saat baru lahir menjadi provinsi, Banten hampir tak punya sesuatu untuk diwariskan, salah satunya adalah lagu tradisional.

Salah satu seniman musik dari Banten, Syahri Aliman menuturkan bahwa saat itu mayoritas lagu-lagu daerah bernuansa Jawa Barat dan akhirnya diklaim milik Jawa Barat. Hingga pada satu ketika, Provinsi Banten diharuskan tampil di ajang nasional dan harus membawakan satu lagu daerah. Namun, karena belum ada yang lagu mewakili, Banten pun didiskualifikasi.

"Karena kita itu kan provinsi baru, jadi seperti tidak punya apa-apa. Meskipun secara tradisional, orang tua jaman dulu sudah bersyair untuk menasehati anak-anaknya. Akhirnya dibuat lah lagu-lagu khas Banten dengan syair dan bahasa khas Banten, namun dengan aransemen musik modern," ujar Syahri, Minggu (22/12/2024).

Salah satu lagu yang akhirnya diakui oleh Pemprov Banten sebagai lagu daerah adalah Jereh Buguru. Sebuah lagu dengan tatanan bahasa Jawa Serang (Jaseng) yang isinya nasehat untuk memghormati guru. Lagu ini akhirnya dipakai di ajang-ajang nasional untuk mewakili provinsi Banten.

"Lagu Jereh Buguru itu di angkat dari sikap murid-murid yang sangat patuh terhadap guru perempuan. Itu salah satu bentuk penghargaan terhadap guru, karena bisa membuat anak yang bandel sekalipun bisa patuh," lanjutnya.

Adapun lirik dalam lagu yang dibuat Syahril sengaja menggunakan bahasa Jaseng, sebagai upaya melestarikan bahasa dari Serang, Banten. Tutur bahasa yang digunakan juga ringan, agar bisa mudah dipahami oleh generasi muda sehingga secara tak langsung lagu dijadikan contoh tutur bahasa Jaseng. Selain Jereh Buguru, beberapa lagu lain yang diciptakan Syahri diantaranya adalah Tong Sarakah, dan Yu Ragem Belajar.

"Kosakata yang dipakai juga mudah dipahami, sehingga walaupun dari bahasa Jaseng anak-anak ini paham arti lagunya," ujar Syahri.

Sementara itu, jauh sebelum dibuatnya lagu-lagu daerah bernuansa modern, para orang tua terbiasa memberi nasihat lewat syair atau kidung. Hal ini diajarkan turun temurun, dan menjadi bagian dari aktivitas masyarakat. Anak-anak pun menggunakannya dalam permainan sehari-hari, dan ada kalanya syair dan kidung tersebut digunakan dalam interaksi sesama warga.

"Kalau yang tradisional sekali, itu sudah lama ada. Diajarkan turun temurun dari orang tua, biasanya kata yang digunakan itu acak, dan memiliki rima yang sederhana. Bisa ditemukan dalam interaksi warga sehari-hari, tapi punya makna yang beragam," jelasnya.

Seiring dengan perkembangan zaman dan modernisasi, banyak generasi muda yang kurang mengenal atau bahkan kehilangan minat terhadap lagu tradisional. Berbagai upaya pun telah dilakukan dengan menggelar festival budaya, hingga memasukkan materi lagu tradisional dalam kurikulum pendidikan seni dan budaya.

"Saat ini lagu-lagu seperti Jereh Buguru, dan Tong Sarakah sudah mulai ditulis di buku pelajaran. Lagu-lagu seperti ini juga mulai sering dinyanyikan di berbagai acara-acara pemerintahan agar lebih banyak yang mengetahui lagu dari Banten," tutupnya.