Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso. (Tvrijakartanews/ John Abimanyu)
Jakarta, tvrijakartanews - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana untuk memperpanjang masa kerja Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Tertentu untuk mengawasi barang impor ilegal.
"Sudah final, sudah dikumpulkan, dan semua (pemangku kepentingan/stakeholder) sepakat untuk diperpanjang," kata Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (6/1/2024).
Budi menambahkan Satgas Impor Ilegal dibentuk pada Juli 2024 lalu dan akan berakhir masa kerjanya pada Desember 2024. Memasuki 2025, dia akan memperpanjang selama satu semester atau hingga akhir tahun 2025.
"Nanti akan disepakati, apakah (perpanjangannya) satu semester atau langsung satu tahun. Karena kami harus lihat perkembangannya," tuturnya.
Dikatakan Budi, pihaknya sedang mempersiapkan perpanjangan SK untuk satgas pengawasan barang impor ilegal. Budi menargetkan agar pada pertengahan Januari 2025, regulasi ihwal perpanjangan masa kerja satgas pengawasan barang impor ilegal dapat diterbitkan.
"Segera kami terbitkan, ini lagi disiapkan untuk perpanjangannya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Satgas impor ilegal resmi dibentuk pada 19 Juli 2024. Jenis-jenis barang yang diawasi yakni tujuh jenis barang antara lain tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan barang tekstil sudah jadi lainnya.
Satgas ini beranggotakan kementerian dan lembaga yang terdiri atas Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI AL, dinas provinsi, kabupaten/kota yang membidangi perdagangan, serta Kadin.
Pembentukan satgas ini dilatarbelakangi oleh beberapa industri tekstil yang tutup, serta keluhan dari dunia usaha nasional terkait maraknya produk-produk impor yang dikategorikan ilegal karena jauh daripada harga yang semestinya dan tidak bisa dipertanggungjawabkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sebagainya, sehingga terjadi PHK, penutupan pabrik, dan lain-lain.