
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. (Humas OJK)
Jakarta, tvrijakartanews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan porsi kredit pemilikan rumah (KPR) untuk tipe 22 hingga tipe 70 ke atas turut menyumbang kredit KPR sebesar 10,16 persen persen. Hal ini berdasarkan data selama Maret 2025.
"Penyumbang kredit KPR terbesar adalah kredit pemilikan rumah tipe 22 s.d. 70 (porsi 60,27 persen dari total kredit KPR), dan kredit pemilikan rumah tipe di atas 70 (porsi 28,96 persen dari total kredit KPR), yang keduanya tumbuh cukup tinggi dan mendorong pertumbuhan KPR," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (26/5/2025).
Dian menambahkan dari data hasil survei properti Bank Indonesia (SHPR), KPR masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk mengakses pembelian rumah di pasar primer.
"Untuk kredit KPR tumbuh melambat pada Maret 2025 sebesar 8,89 persen year on year (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 14,26 persen (yoy)," tuturnya.
Menurutnya, SHPR Bank Indonesia juga mengindikasikan pertumbuhan harga dan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan I 2025 yang masih tumbuh terbatas.
Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit secara umum, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi dan kewaspadaan terhadap kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat.
Jika melihat perkembangan setahun terakhir (selama April 2024-Mei 2025), jumlah rekening KPR baru sekitar 531 ribu dengan nilai realisasi hampir Rp200 triliun, yang mana 85 persen dari rekening tersebut adalah KPR tipe 22 sampai dengan 70.
"OJK terus meminta perbankan untuk mendukung program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik," ujarnya.
Sementara itu, kualitas kredit KPR juga masih terjaga. Pada Maret 2025, NPL KPR sebesar 2,93 persen atau masih di bawah threshold 5 persen, meskipun menunjukkan tren peningkatan dari tahun sebelumnya (Maret 2024: 2,49 persen).
Dikatakan Dian, akan tetapi seiring masih berlanjutnya gelombang PHK dan indikasi pelemahan daya beli masyarakat. Hal ini perlu peningkatan kewaspadaan terhadap potensi perburukan risiko kredit pada sektor KPR bagi debitur yang berada pada level middle-low income.
OJK berharap sektor properti dapat terus tumbuh dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat umum, sehingga lebih banyak masyarakat yang mempunyai akses terhadap kepemilikan rumah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Berbagai kebijakan telah dikeluarkan OJK untuk mendukung sektor ini, termasuk dukungan pendanaan kepada pengembang perumahan dengan pencabutan larangan pemberian kredit untuk pengadaan dan pengolahan tanah sejak 1 Januari 2023 melalui POJK No. 27 tahun 2022 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (POJK KPMM).
Selain itu, dukungan OJK juga termasuk mengenai penetapan KPR dengan bobot terendah sebesar 20 persen, yang dihitung secara granular dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit (ATMR Kredit).
OJK juga menyampaikan bahwa penilaian kualitas KPR yang dapat dilakukan berdasarkan ketepatan pembayaran tertuang dalam POJK No.40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Dalam aturan ini, aset produktif untuk debitur dengan plafon hingga Rp 5 miliar dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga satu pilar, yang dapat dimanfaatkan oleh bank untuk KPR.