
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza. (Tangkap layar laman resmi Kemenperin)
Jakarta, tvrijakartanews - Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan keterlibatan dalam forum BRICS PartNIR memiliki arti strategis. Apalagi, Indonesia telah memiliki peta jalan Making Indonesia 4.0 untuk memperkuat daya saing industri manufaktur, mempercepat adopsi digital, dan membangun perekonomian yang berbasis inovasi.
Faisol menambahkan komitmen negara-negara BRICS yang dituangkan dalam Deklarasi Rio de Janeiro pada awal tahun ini. Karena seruan untuk memperkuat kerja sama Global South demi tata kelola dunia yang inklusif dan berkelanjutan sangat relevan dengan arah kebijakan Indonesia.
"Bahwa industrialisasi harus berjalan beriringan dengan inklusivitas, keadilan, dan keberlanjutan, sekaligus memastikan bahwa suara negara berkembang ikut menentukan masa depan industri dan rantai pasok global," kata Faisol dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Selain itu, Faisol menuturkan menyampaikan, sektor industri manufaktur masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Pada triwulan II tahun 2025, industri manufaktur nonmigas tumbuh 5,60 persen secara tahunan, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen.
"Dengan kontribusi hingga 16,92 persen terhadap PDB nasional, sektor manufaktur terus menjadi pilar penting bagi pembangunan ekonomi domestik," tutur Faisol.
Dikatakan Faisol, arah kebijakan industri nasional melalui Strategi Baru Industri Nasional (SBIN) yang berlandaskan empat pilar utama. Pertama, percepatan hilirisasi sumber daya alam, khususnya nikel, tembaga, dan bauksit, agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi yang memperkuat daya saing ekspor sekaligus menarik investasi.
Kedua, pengembangan industri hijau, sejalan dengan target nasional net zero emission 2060. Upaya ini diwujudkan melalui transisi energi bersih, praktik ekonomi sirkular, dan pembangunan kawasan industri rendah karbon.
Ketiga, digitalisasi industri melalui Making Indonesia 4.0, dengan adopsi teknologi Industri 4.0 untuk memperkuat inovasi, produktivitas, dan daya saing manufaktur.
Keempat, penguatan sumber daya manusia industri berbasis kompetensi. Pemerintah terus berinvestasi pada pendidikan vokasi dan platform pembelajaran digital untuk menghasilkan SDM industri yang kompeten, adaptif, dan siap menghadapi perubahan.
“Dengan empat pilar strategi ini, Indonesia berkomitmen membangun manufaktur cerdas, memperluas adopsi teknologi digital seperti kecerdasan buatan, Internet of Things, dan cloud computing. Bagi kami, manufaktur cerdas bukan sekadar efisiensi, melainkan juga jalan menuju ketahanan, keberlanjutan, dan inklusivitas,” ujar Faisol.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Tri Supondy menyampaikan, Indonesia juga terus mendorong pengembangan ekosistem industri digital yang tangguh, riset material, serta pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
Upaya ini ditujukan untuk membangun industri masa depan yang mampu menciptakan lapangan kerja bernilai tinggi, menurunkan emisi karbon, dan memperkuat ketahanan energi nasional.
“Kolaborasi dengan negara-negara BRICS akan mempercepat riset, inovasi, dan berbagi pengetahuan dalam mendukung transformasi industri global menuju ekonomi hijau dan inklusif,” kata Tri.
Dalam forum BRICS kali ini juga dibahas pentingnya sektor farmasi dan alat kesehatan. Dirjen KPAII menyatakan sektor tersebut sangat vital bagi kesejahteraan publik sekaligus mendorong inovasi industri.
“Selama satu dekade terakhir, industri farmasi Indonesia tumbuh pesat dibandingkan banyak negara ASEAN, terutama pada formulasi berbasis kimia. Namun, kami masih menghadapi tantangan besar, mulai dari ketergantungan impor bahan baku obat aktif hingga keterbatasan produksi obat biologis. Oleh karena itu, kolaborasi dengan mitra BRICS sangat penting untuk memperkuat kapasitas domestik di sektor ini,” ucap Tri.
Tri juga menegaskan kesiapan Indonesia untuk menjadi bagian aktif dalam kemitraan BRICS.