Fotografer Andile Bhala Hadirkan Pameran “Nthabiseng” di Dia.Lo.Gue Arts Jakarta, Persembahan untuk Sang Ibu
FeatureNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Pameran “Nthabiseng” di Dia.Lo.Gue Arts Jakarta / foto: Sanrifa Akmalia

Jakarta, tvrijakartanews - Fotografer asal Soweto, Afrika Selatan, Andile Bhala, menghadirkan pameran fotografi bertajuk “Nthabiseng—A Journey of Becoming through Hope, Resilience, and Joy” di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Jakarta. Pameran ini berlangsung mulai 23 Agustus hingga 21 September 2025, menampilkan rangkaian karya yang sarat dengan makna personal sekaligus refleksi sosial.

Pameran Nthabiseng menjadi ruang penyatuan lima proyek fotografi Bhala, mulai dari karya pertamanya hingga yang terbaru. Hampir seluruh foto diambil di Soweto, dengan sebagian berasal dari Cape Town. Menariknya, judul pameran ini diambil dari nama mendiang ibunya, Nthabiseng, sebagai bentuk penghormatan terhadap sosok yang membesarkannya.

Bhala menceritakan, meski ia tumbuh dalam komunitas besar, ibunya memiliki peran terbesar dalam membentuk jati dirinya. Suara sang ibu yang penuh kasih menjadi pegangan hidupnya, khususnya dalam menjalani masa kecil di Soweto. Lewat pameran ini, ia merefleksikan pengalaman seorang perempuan yang membesarkan putra tunggalnya, mengajarinya tentang ketangguhan, cinta, gender, hingga warisan budaya.

Secara visual, karya-karya dalam pameran ini beragam—ada yang berwarna, ada juga hitam putih, dengan ukuran dan tone berbeda. Ketidakkonsistenan tersebut sengaja dihadirkan untuk menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari yang penuh dinamika. Bagi Bhala, setiap bingkai foto seperti percakapan yang saling berhubungan, baik di dinding galeri maupun ketika dituangkan ke dalam sebuah buku.

Salah satu proyek yang menarik perhatian adalah Sunday People, yang awalnya lahir tanpa fokus pada agama. Namun, saat berkeliling Soweto, Bhala kerap menjumpai orang-orang dengan pakaian gereja berjalan di jalanan. Dari sinilah tercipta proyek God Moves, yang menyoroti kebebasan dan gerakan spiritual masyarakat Soweto—orang-orang yang berbagi ruang dan cahaya, namun melangkah ke arah yang berbeda. Hasilnya menghadirkan nuansa nostalgia sekaligus rasa pembebasan yang tenang.

Pameran ini juga memperlihatkan pergeseran gaya Bhala, dari sekadar mendokumentasikan orang lain hingga mengarahkan kamera pada dirinya sendiri. Dalam proyek Inkumbulo, ia banyak menggunakan foto hitam putih untuk merekam momen-momen intim dan reflektif. Tema yang diangkat lebih dalam, menyentuh soal memori, kehadiran, serta hubungan dirinya dengan ruang sekitar.

Tidak hanya itu, Bhala juga menampilkan karya Jezi Numba, yang terinspirasi dari jersey sepak bola. Baginya, nomor di lapangan bukan sekadar digit, melainkan identitas dan karakter. Proyek ini menegaskan pandangannya bahwa sepak bola adalah bahasa universal yang mampu menyatukan berbagai budaya dan menjadi bentuk persaudaraan lintas bangsa.

Proyek terakhir bertajuk Terkait dengan Trotoar membawa Bhala kembali ke alasan awal ia jatuh cinta pada fotografi, berkeliling, bertemu orang, serta menangkap kehidupan sehari-hari. Melalui rangkaian karya ini, ia menghadirkan arsip visual yang tidak hanya menjadi catatan pribadi, tapi juga kolektif tentang Soweto. Lebih dari itu, pameran ini merupakan persembahan tulus untuk mendiang ibunya, Nthabiseng, yang namanya berarti “kamu telah membuatku bahagia.”