Maruf Amin Minta Pelaksanaan Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar juga Dilihat Aspek Keagamaan
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Wakil Presiden Ma'ruf Amin. (Foto: BPMI Setwapres).

Jakarta, tvrijakartanews - Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin meminta aturan mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja juga harus dilihat dari aspek keagamaan.

Sebab, bila hanya merujuk pada aspek kesehatan, aturan itu bisa menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

Permintaan itu disampaikan Maruf Amin saat merespons Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

"Ya sekarang ini kan timbul apa, kontroversi ya. Jadi, jangan hanya dilihat dari aspek kesehatannya saja tapi juga aspek keagamaan," kata Maruf dikutip dalam keterangan pers melalui YouTube Sekretariat Wakil Presiden, Rabu (7/8/2024).

Untuk itu, Maruf menyarankan pihak terkait untuk mendengarkan masukan dari berbagai lini termasuk lembaga keagamaan. Nantinya, masukan-masukan itu dirundingkan demi pelaksanaan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan pelajar tak menimbulkan kontradiktif.

"Jadi saya minta itu nanti didalami, dirundingkan dan didengarkan sehingga nanti kemudian bisa bagaimana pelaksanaannya supaya tidak terjadi benturan-benturan," ucap dia.

Adapun, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Beleid itu mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Aturan itu diteken Presiden Jokowi pada Jumat (26/7/2024). Dalam Pasal 103 ayat (1) berbunyi upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Sementara, pada ayat (2) tertulis bahwa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi setidaknya berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi; menjaga kesehatan alat reproduksi; perilaku seksual berisiko dan akibatnya; keluarga berencana (KB); melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak.

"Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (kesehatan sistem reproduksi) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di satuan pendidikan serta kegiatan lain di luar sekolah,” bunyi Pasal 103 ayat (3), dikutip Kamis (1/8/2024).

Dalam Pasal 103 ayat (4) tertuang, pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

“Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kewenangannya,” tulis Pasal 103 ayat (5).