Foto : Dokumentasi Isty/TVRI. Salah satu pengunjung Taman Hutan Kota melihat roda penggerak kanal Mookervart yang saat ini sudah tidak berfungsi.
Tangerang, tvrijakartanews - Jika dilihat sekilas, tak ada yang spesial dengan Taman Hutan Kota Tangerang. Taman ini tampak seperti taman pada umumnya yang banyak tersebar di sudut Kota Tangerang. Rindangnya pepohonan, serta suara aliran Sungai Cisadane menambah syahdu suasana taman ini. Maka tak heran, taman ini juga jadi tempat favorit untuk wisata murah meriah bagi warga Tangerang dan sekitarnya.
Tapi siapa sangka, dibalik rimbunnya pepohonan tersembunyi sebuah kanal tua peninggalan Belanda. Kanal ini dikenal dengan nama kanal Mookervart, dan masyarakat lebih mengenalnya sebagai pintu air kecil untuk membedakannya dengan Pintu Air 10. Tak banyak juga yang tahu bahwa kanal ini sempat menjadi pengatur irigasi untuk aliran air ke Batavia.
Salah satu pengunjung Taman Hutan Kota, Yunus mengaku dirinya cukup mengetahui keberadaan kanal ini. Kanal ini sejak dulu memang selalu dijadikan tempat rekreasi bagi warga Tangerang, dan dulunya juga dihuni oleh kawanan monyet liar.
"Kalau untuk orang Tangerang seusia saya pasti tahu kanal ini, termasuk sejarah ini peninggalan Belanda soalnya. Dulu saya ajak anak saya main ke sini, sekitar tahun 90an akhir. Seingat saya dulu ada kawanan monyet juga di sini," ujarnya saat ditemui pada Minggu (18/8/2024).
Walapun sudah berusia ratusan tahun, kanal ini masih tampak kokoh dan terawat meskipun sudah tak lagi berfungsi. Pengunjung juga merasa terbantu dengan informasi yang ada di sekitar kanal karena bisa menjadi edukasi untuk masyarakat terutama bagi generasi muda. Selain itu, dengan adanya fasilitas bermain bagi anak-anak juga menambah daya tarik taman ini.
"Saya juga cuma tahu ini kanal buatan Belanda, sejarah pastinya kurang jelas. Tapi sekarang ada papan informasi yang menceritakan soal sejarah kanal dan fungsinya dulu, ini bagus untuk edukasi," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tangerang Rizal Ridolloh menerangkan kanal ini dulu berfungsi sebagai penghubung antara Sungai Cisadane dengan Kali Angke di Jakarta. Kanal ini dibangun di anak Sungai Cisadane, yaitu Kali Mookervart pada tahun 1678 oleh Vincent van Mook. Selain menguhubungkan dua sungai, kanal ini berperan dalam mengalirkan air bersih sampai mengendalikan potensi banjir.
"Dulu ini digunakan juga sebagai alat transportasi masal, dan untuk mengatur aliran air ke Batavia. Sungai Cisadane ini kan dulunya banyak dilewati perahu besar, perahu yang lebih kecil melintasnya lewat Mookervart," ujarnya.
Sepertiga aliran air dari Sungai Cisadane ditarik melalui kanal ini dan terhubung ke kanal-kanal Kota Batavia. Kanal ini juga membantu masyarakat yang ingin menuju ke Batavia menggunakan transportasi air. Saat ini, bepergian lewat jalur darat masih dirasa cukup mahal karena menggunakan kuda.
"Transportasi ke Batavia ada dua jalur, darat dan air. Tapi lewat jalut darat ini mahal, jadi orang-orang memilih lewat jalur air. Ada dua pintu air juga kan, yang fungsinya sebagai irigasi dan juga pengendali potensi banjir di Batavia dan sekitarnya," lanjut Rizal.
Saat ini, Kanal Mookervaart menjadi salah satu cagar budaya paling potensial yang ada di Kota Tangerang. Area terbuka hijau yang dikenal dengan nama Taman Hutan Kota pun mengelilingi kanal tersebut dan menjadi salah satu tempat wisata lokal. Pemerintah Kota Tangerang juga berupaya mempertahanlan eksistensi kanal tersebut dengan menggelar festival setiap tahunnya.
“Salah satu upaya kami dengan membuat Festival Mookervart, tujuannya untuk merawat ingatan relasi saluran air dengan sejarah Kota Tangerang itu sendiri. Bahkan, festival ini dinilai menjadi momentum untuk meningkatkan rasa kepedulian masyarakat terhadap keleastian sejarah dan budaya yang ada di sekitar kanal legendaris tersebut,” pungkasnya.