Pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno. Foto M Julnis Firmansyah
Jakarta, tvrijakartanews - Bakal calon Gubernur Jakarta, Pramono Anung merespons ihwal munculnya gerakan coblos tiga jari di Pilkada Jakarta 2024. Gerakan yang berangkat dari protes masyarakat terhadap calon yang berlaga di pilkada ini juga dibarengi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal blank vote di kertas suara.
Menurut Pramono, gerakan tiga jari dan gugatan MK ini merupakan bagian dari kemarahan masyarakat karena calon yang ingin didukungnya gagal berlaga. Ia yakin kemarahan itu akan mereda seiring berjalannya waktu.
"Dan pilihan untuk golput, saya yakin seyakin-yakinnya ini akan menurun tajam. Jadi kemarahan publik ini hanya temporary," kata Pramono di Jakarta, Sabtu (7/9/2024).
Menteri Sekretaris Kabinet itu menyebut pihaknya sudah menyiapkan Lies Hartono atau Cak Lontong sebagai Ketua Tim Kampanye. Dengan pembawaan Cak Lontong yang merupakan seorang komedian itu, ia yakin masyarakat akan melupakan kemarahannya.
"Pemilihan Cak Lontong ini kan bagian dari branding karena kami berkeinginan politik gembira ria. Menampilkan Cak Lontong dan yang bisa diterima semua masyarakat, kelompok, dan lainnya," kata Pramono.
Dalam kesempatan yang sama, bakal Calon Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno alias Si Doel, juga menyayangkan munculnya gerakan coblos tiga pasang itu. Ia mengajak masyarakat untuk menggunakan hak suaranya sebaik mungkin.
"Pasti besok akan mencoblos tiga pasang, karena kita kan ada tiga pasang. Ada nomor 1, 2, 3. Tinggal pasangan mana yang paling banyak dicoblos, besok tinggal kita beradu. Makanya saya tadi ditanya gimana (gerakan coblos tiga pasang), saya rasa sayang. Jadi artinya tidak bisa dipungkiri pasti akan mencoblos tiga pasang, pasti," kata Rano.
Sebelumnya, sekelompok masyarakat mengajukan gugatan Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar menyertakan suata kosong atau blank vote dalam surat suara di Pilkada 2024. Gugatan itu diajukan lantaran saat ini mulai muncul gerakan untuk mencoblos bukan pasangan calon dalam surat suara (none of above) atau blank vote.
Gerakan ini sebagai bentuk protes karena pemilih menolak pasangan calon yang diusung partai politik. Mereka merasa pasangan yang diusung parpol tidak mengakomodir keinginan masyarakat.
"Warga pergi ke TPS tapi tidak ingin suaranya memilih pasangan calon yang ada dalam surat suara. Alhasil, suara mereka akan hangus, karena tidak sah," ujar penggugat atas nama Heriyanto, Ramdansyah, dan Muhammad Raziv Barokah dikutip Sabtu (7/9/2024).
Mereka menjelaskan blank vote atau suara kosong berbeda dengan suara tidak sah yang muncul karena kesalahan pemilih dalam mencoblos yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur. Blank vote, menurut mereka, memiliki makna kehendak daulat rakyat serta sebagai bentuk protes terhadap kandidat kandidat yang berkompetisi.
Sehingga, keberadaan blank vote atau suara kosong dinilai harus diakui sebagai suara sah.
"Ini adalah wujud dari perlindungan konstitusional warganegara (blank vote atau suara kosong Harus dikeluarkan atau dikecualikan dari suara tidak sah)," kata para penggugat.