
Gambar: eyal granith/shutterstock.com
Jakarta, tvrijakartanews - Molekul-molekul oksik sangat umum ditemukan di air keran dan air minum kemasan di banyak tempat di seluruh dunia. Analisis air minum dari 15 negara menunjukkan adanya asam perfluorooctanoic (PFOA) dan perfluorooctane sulfonate (PFOS) pada lebih dari 99 persen sampel air minum kemasan dari Asia, Eropa, Amerika Utara, dan Oseania.
PFOA dan PFOS adalah contoh zat perfluoroalkil yang juga dikenal sebagai PFAS atau dengan julukan populer 'bahan kimia abadi', yaitu zat beracun yang umum digunakan dalam industri karena sifatnya yang tidak biasa. Zat ini dapat membuat bahan anti noda, anti lengket, dan anti api, tetapi tidak terurai di alam yang menyebabkan akumulasinya di lingkungan dan khususnya di sumber air.
Mengutip IFL Science(21/10) penelitian baru ini juga menyoroti bahwa air keran juga mengandung PFAS, tetapi pada kadar yang berbeda-beda. Pengujian yang dilakukan di Birmingham (Inggris) dan Shenzhen (Cina) telah menunjukkan bahwa air Inggris memiliki kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan air Cina, tetapi bahan kimia tersebut tetap ditemukan di keduanya. Namun, penyaringan atau air mendidih dapat menghilangkan 50 hingga 90 persen dari bahan kimia tersebut.
"Temuan kami menyoroti keberadaan PFAS yang meluas dalam air minum dan efektivitas metode pengolahan sederhana untuk mengurangi kadarnya. Baik menggunakan kendi penyaring air sederhana atau merebus air dapat menghilangkan sebagian besar zat ini," kata salah satu penulis, Profesor Stuart Harrad, dari Universitas Birmingham dalam sebuah pernyataan .
Harrad menambahkan, meskipun kadar PFAS saat ini di sebagian besar sampel air tidak menjadi masalah kesehatan utama, pemantauan dan regulasi yang berkelanjutan sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat.
"Kami menyediakan data berharga tentang keberadaan PFAS dalam air minum beserta solusi praktis untuk mengurangi paparan konsumen melalui air minum. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan air minum yang lebih aman bagi masyarakat di seluruh dunia," tuturnya.
Studi tersebut menunjukkan bahwa air mineral alami memiliki konsentrasi PFAS yang lebih tinggi dibandingkan dengan air murni. Konsentrasi tersebut berada di bawah tingkat yang disarankan kesehatan, tetapi menunjukkan fakta sederhana yang telah disorot dalam banyak studi. PFAS tersebar di lingkungan.
Sejalan dengan hal tersebut, Profesor Yi Zheng, dari Universitas Sains dan Teknologi Selatan menagatakan, meningkatan kesadaran tentang keberadaan PFAS baik dalam air keran maupun air minum kemasan dapat menghasilkan pilihan yang lebih tepat oleh konsumen, yang mendorong penggunaan metode pemurnian air.
“Temuan kami juga menunjukkan bahwa potensi risiko kesehatan akibat PFAS dalam air minum dapat dipengaruhi oleh gaya hidup dan kondisi ekonomi, yang menyoroti perlunya penelitian di masa mendatang untuk lebih jauh mengeksplorasi faktor-faktor ini dari perspektif sosial-ekonomi,” katanya.
Lebih lanjut, ada beberapa metode untuk menghilangkan PFAS dari air minum yang cukup murah jika pemerintah memutuskan untuk bertindak. Akan lebih baik lagi jika pencemar tidak menyebarkannya ke lingkungan sejak awal. Sebuah makalah yang membahas hasil tersebut diterbitkan dalam jurnal ACS ES&T Water.