Foto: reuters
Jakarta, tvrijakartanews - Sebuah lukisan karya seniman robot humanoid bernama Ai-Da akan membuat sejarah bulan ini saat dijual oleh Sotheby's. Ini merupakan pertama kalinya sebuah robot humanoid akan dijual karyanya oleh balai lelang besar.
Penjualan Seni Digital Sotheby's, yang juga menampilkan kontribusi dari seniman generatif seperti Xcopy, Pak, dan Refik Anadol, akan diadakan secara daring dari tanggal 31 Oktober hingga 7 November 2024. Karya yang disebut 'AI God' itu merupakan potret impresionistis setinggi 7 kaki yang menggambarkan bapak komputasi modern, Alan Turing. Diperkirakan akan laku antara $120.000 - $180.000 (£100.000 - £150.000).
"Karya seni saya adalah potret Alan Turing, matematikawan brilian asal Inggris yang meletakkan dasar bagi komputasi modern dan kecerdasan buatan," kata Ai-Da kepada dikutip dari Reuters, Kamis (24/10).
Robot tersebut dapat berbicara dan ia mengatakan, "Potret tersebut memiliki kualitas yang retak dan berlapis, mencerminkan dunia kita saat ini yang terfragmentasi dan memiliki banyak sisi," katanya.
Robot Ai-Da, yang dinamai menurut Ada Lovelace, pemrogram komputer pertama, merupakan gagasan Aidan Meller, yang mengatakan bahwa robot ini dimaksudkan untuk memicu percakapan tentang bagaimana kita berinteraksi dengan teknologi dan kecerdasan buatan. Menurutnya ini adalah momen yang signifikan.
"Kita benar-benar berada dalam titik transisi dari dunia manusia di mana manusia membuat semua keputusan menuju dunia pasca-manusia, di mana algoritma mulai membuat semua keputusan. Saya pikir sebenarnya menyorot hal itu dengan ungkapan utama 'AI God' adalah cara yang sangat bagus untuk benar-benar menunjukkan signifikansi itu saat kita bertransisi," kata Meller kepada Reuters.
Prosesnya melibatkan Ai-Da yang melukis beberapa potret kecil Alan Turing, yang kemudian digabungkan dan diperbesar ke dalam kanvas besar. Asisten Studio kemudian menambahkan sentuhan akhir pada karya seni dengan menambahkan cat dan tekstur. Terakhir, Robot Ai-Da melukis di atas kanvas sambil menambahkan tanda dan tekstur baru.
"Apakah ini seni? Ya, terserah penonton untuk memutuskan. Fokus kami adalah proyek seni etis yang mengeksplorasi awal Revolusi Industri Keempat saat ini," kata Meller.
Profesor Sandra Wachter dari Oxford Internet Institute di Universitas Oxford menambahkan apakah penggemar budaya akan menerima karya seni AI masih harus dilihat.
"Saya pribadi tidak ingin melihat kita mulai peduli dengan kisah mesin karena siapa yang peduli dengan apa yang dikatakan mesin? Saya peduli dengan kisah manusia. Saya khawatir... ceritanya akan berhenti, momen ajaib manusia itu hanya akan menjadi sesuatu yang bisa direduksi menjadi sekadar menekan sebuah tombol,” tambahnya.