Flu Jangka Panjang Dapat Akibatkan Masalah Kesehatan Serius Seperti Covid-19
NewsHotFeature
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto (freepik)

Jakarta, tvrijakartanews - Flu merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus influenza, biasanya menyerang sistem pernafasan seperti hidung, tenggorokan, hingga paru-paru. Gejala yang ditimbulkan meliputi demam, menggigil, nyeri otot, batuk, pilek, sakit kepala, dan kelelahan. Flu dapat disembuhkan dengan cara istirahat dan mengkonsumsi obat tertentu. Penyembuhan sekitar 7-10 hari, tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing penderita.

Pada kasus tertentu, flu atau influenza berlangsung lebih dari 10 hari atau jangka panjang. Kondisi ini dapat mengakibatkan infeksi yang serius apabila tidak segera ditangani. Kelompok tertentu seperti anak-anak, orang lanjut usia, wanita hamil, dan orang dengan penyakit kronis atau sistem kekebalan tubuh lemah berisiko tinggi terhadapat virus ini bahkan bisa menyebabkan kematian.

Dilansir dari Study Finds edisi (15/12/2023), sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang dapat mengalami 'flu jangka panjang', suatu kondisi yang mirip dengan COVID jangka panjang. Sejak merebaknya COVID-19, para ilmuwan telah menyelidiki bagaimana virus ini dapat memengaruhi berbagai sistem organ, yang sering kali mengakibatkan masalah kesehatan jangka panjang dan melumpuhkan.

Sering terjadi perbandingan antara COVID-19 dan influenza, khususnya mengenai gejala umum seperti demam, sakit kepala, dan batuk. Namun penelitian terbaru menemukan kesamaan lain: dari penyakit-penyakit ini. Dampak jangka panjang dapat mengalami dampak kesehatan yang merugikan dan berkepanjangan, terutama pada paru-paru dan saluran pernapasan.

Menurut Ziyad Al-Aly, MD, ahli epidemiologi klinis di Washington University virus adalah penyebab utama penyakit kronis.

“Sebelum pandemi, kita cenderung meremehkan sebagian besar infeksi virus dengan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak penting: ‘Anda akan sakit dan sembuh dalam beberapa hari.’ Namun kami menemukan bahwa hal tersebut tidak dialami semua orang. Beberapa orang berakhir dengan masalah kesehatan jangka panjang yang serius. Kita perlu menyadari kenyataan ini dan berhenti meremehkan infeksi virus dan memahami bahwa virus adalah penyebab utama penyakit kronis,” kata Al-Aly.

Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa dalam 18 bulan setelah dirawat di rumah sakit karena flu, pasien mengalami peningkatan risiko kematian, masalah kesehatan organ, dan pasien masuk kembali ke rumah sakit, hal ini mencerminkan pola yang diamati pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19.

Terdapat beberapa perbedaan antara flu jangka panjang dengan COVID-19. Perbedaan utamanya terletak pada sifat virusnya: meskipun flu umumnya menyerang sistem pernapasan, COVID-19 memiliki dampak yang lebih luas dan berpotensi merusak sistem organ mana pun. Para peneliti juga mencatat bahwa risiko terhadap kesehatan paling tinggi yang disebebkan flu terjadi setelah bulan pertama infeksi. Namun, risiko kematian dan penurunan kesehatan jauh lebih tinggi pada COVID-19 pasien dibandingkan dengan pasien flu.

“Hal ini menunjukkan bahwa flu pada dasarnya adalah virus pernapasan, seperti yang diyakini selama satu abad terakhir. Sebaliknya, COVID-19 lebih agresif dan non-selektif, tidak hanya menyerang paru-paru tetapi juga organ lain, sehingga menyebabkan kondisi yang lebih parah atau fatal yang melibatkan jantung, otak, ginjal, meskipun tingkat keparahannya bervariasi. Pasien yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 menghadapi peningkatan risiko masalah kesehatan di semua sistem organ sebesar 68 persen, sedangkan pasien flu mengalami peningkatan risiko sebesar enam persen, yang sebagian besar melibatkan sistem pernapasan, “ ujar Al-Aly.

Lebih lanjut, Ziyad Al-Aly, MD mengatakan bahwa kedua virus ini dapat dicegah dengan mengoptimalkan vaksinasi terutama bagi populasi rentan seperti orang lanjut usia dan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

“Baik untuk COVID-19 maupun influenza musiman, vaksinasi dapat membantu mencegah penyakit parah dan mengurangi risiko rawat inap dan kematian. Mengoptimalkan serapan vaksinasi harus tetap menjadi prioritas bagi pemerintah dan sistem kesehatan di mana pun. Hal ini sangat penting terutama bagi populasi rentan seperti orang lanjut usia dan orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah,” tutur Al-Aly. (Mita Harianti)