
Melihat Bendungan Air Katulampa Bogor, Jejak Sejarah serta Fungsinya / Foto: Dimas Yuga Pratama
Bogor, tvrijakartanews - Bendungan Katulampa adalah salah satu infrastruktur air yang penting di Indonesia, terutama bagi pengendalian banjir di Jakarta.
Terletak di wilayah Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat, bendungan ini dibangun pada masa penjajahan Belanda dan mulai beroperasi pada tahun 1911.
Sebenarnya, Bendungan Katulampa baru dibangun pada 16 April 1911 dan selesai pada awal Oktober 1912, sebelum akhirnya diresmikan penggunaannya pada 11 Oktober 1912.
Tujuan awal pembangunannya adalah untuk mengatur aliran air Sungai Ciliwung dan mendukung sistem irigasi di wilayah sekitar sekaligus sebagai peringatan dini atas air yang sedang mengalir ke Jakarta.
Inisiator pembangunan Bendungan Katulampa yakni Gubernur Jenderal Daendels. Saat itu, Daendels mempunyai rencana untuk menggali kanal yang akan digunakan sebagai pelayaran ke pedalaman.
Namun, untuk itu diperlukan banyak schut sluizen yakni konstruksi kanal yang memungkinkan kapal bisa naik ke kawasan lebih tinggi, dengan cara membendung air sampai kapal terangkat setingkat demi setingkat, dan sebaliknya.
Dalam sejarah Bendungan Katulampa, bendungan ini baru mulai dibangun di era Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg. Bendungan Katulampa merupakan hasil karya Ir. Hendrik van Breen.
Bendungan Katulampa ini memiliki panjang total 74 m, dengan 5 inlatsluis (pintu untuk mengalirkan arus ke kawasan di bawah) 3 spuisluis (pintu untuk menahan air, jika volume air berlebihan dan mengancam kawasan bawah), dengan lebar masing-masing pintu 4 m.
Asal Usul Nama Katulampa
Nama "Katulampa" berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Sunda, yaitu "katul" yang berarti dedak atau sekam padi, dan "lampa" yang berarti terapung.
Hal ini merujuk pada kondisi aliran sungai di sekitar lokasi yang sering membawa sisa-sisa sekam padi dari sawah.
Fungsi dan Peran Bendung Katulampa
1. Pengendalian Banjir:
Bendung Katulampa memiliki peran utama sebagai alat pemantau tinggi muka air Sungai Ciliwung, yang menjadi indikator dini potensi banjir di Jakarta.
Informasi tinggi air di bendung ini menjadi acuan bagi peringatan dini (early warning system) banjir, khususnya bagi daerah-daerah rawan banjir di hilir seperti Depok dan Jakarta.
2. Irigasi:
Pada awal pembangunannya, bendung ini difungsikan untuk mengatur distribusi air guna mendukung sektor pertanian di wilayah Bogor dan sekitarnya.
3. Pemantauan Hidrologi:
Bendung Katulampa juga menjadi bagian dari sistem pemantauan hidrologi yang membantu pemerintah dalam merencanakan dan mengelola sumber daya air.
Seiring waktu, fungsi Bendung Katulampa terus ditingkatkan dengan pemasangan perangkat teknologi modern, seperti sistem pengukur tinggi muka air otomatis dan komunikasi real-time.
Meski begitu, tantangan besar masih dihadapi, terutama karena urbanisasi yang pesat, penurunan daya tampung sungai akibat sedimentasi, serta kerusakan lingkungan di hulu Sungai Ciliwung.
Hingga kini, Bendung Katulampa tetap menjadi infrastruktur vital bagi pengelolaan air dan mitigasi banjir, khususnya di wilayah Jabodetabek.
Keberadaannya menjadi simbol penting hubungan antara manusia dan alam dalam menjaga keseimbangan ekosistem sungai.