
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar (kiri) dan Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers perkara dugaan suap penanganan perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya untuk tiga perusahaan industri kelapa sawit di Kejagung, Senin (13/4/2025). (Foto: istimewa).
Jakarta, tvrijakartanews - Kejaksaan Agung masih menelusuri sumber dana suap Rp 60 miliar yang diterima Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) untuk mengurus vonis lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) kepada tiga perusahaan industri kelapa sawit.
Awalnya, aliran dana suap itu memang diberikan Aryanto Bahri selaku kuasa hukum tiga korporasi minyak goreng kepada Wahyu Gunawan yang merupakan Panitera Muda Perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Tujuan pemberian suap itu agar perkara yang menyeret tiga perusahaan besar PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group, diputus lepas atau ontslag.
Adapun vonis lepas atau ontslag merupakan keputusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
"Jadi sudah jelas dan terang benderang bahwa uang itu diterima oleh Wahyu Panitera itu dari Ariyanto. Pertanyaannya dari mana Aryanto? Inilah yang masih dalam proses pengembangan," kata Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam keterangannya, Senin (14/4/2025).
Kendati begitu, Qohar mengaku, pihaknya belum bisa mengungkap sumber uang yang dipakai Aryanto untuk menyuap empat hakim tersebut. Ia hanya meminta publik bersabar lantaran Jampidsus Kejagung masih menyelidiki perkara tersebut.
"Ini baru dua hari, saya minta teman-teman bersabar. Yang pasti seluruh data, fakta yang kami peroleh, nanti pasti akan kami sampaikan dalam perkembangan penanganan perkara ini," ucap dia.
Dalam kasus ini, ada tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap vonis lepas tiga perusahaan besar yang terjerat perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Jakarta Pusat.
Empat di antaranya seorang hakim, yakni Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Agam Syarif Baharuddin (ABS) dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim anggota pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto (DJU) selaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat.
Kemudian, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara Wahyu Gunawan; Ariyanto Bahri dan Marcella Santoso selaku Kuasa Hukum Korporasi.
ABS, AM dsn DJU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 Ayat (2) jo. Pasal 18 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, tersangka Wahyu Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 jo. Pasal 11 jo. Pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, tersangka Marcella Santoso dan Aryanto disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lalu, tersangka Muhammad Arif Nuryanta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.