
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae. (Humas OJK)
Jakarta, tvrijakartanews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pemerintah daerah dan perbankan juga melakukan edukasi edukasi publik dan kampanye secara besar-besaran untuk mencegah masyarakat terlibat dalam aktivitas judi online. Cara penanganan judi online perlu dilakukan dengan pendekatan yang sistemik sehingga dapat kolaborasi dengan lintas-lemabaga.
"Upaya-upaya ini tentu tidak bisa isolated. Tidak bisa misalnya hanya Komdigi dengan kita (OJK), kemudian kita tutup (rekening terindikasi judi online) dan kemudian kita kembangkan (proses enhanced due diligence). Tapi juga memang harus massif," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Dian menjelaskan bagaimana penggunaan parameter untuk mengidentifikasi rekening terindikasi judi online yang masih disempurnakan.
"Meski begitu, perbankan tetap aktif melakukan patroli siber, analisis nasabah, serta pengawasan terhadap aktivitas transaksi yang mencurigakan termasuk berkaitan dengan rekening dormant," ujarnya.
Menurutnya, pada prinsipnya rekening nasabah baik pasif (dormant) maupun aktif memang bisa diblokir apabila terdapat indikasi tindak pidana yakni suspicious transaction dalam istilah PPATK atau illegal activities dalam istilah OJK.
Di tengah upaya memberantas judi online yang terus diperkuat, Dian juga mengatakan bahwa pemangku kepentingan tentunya akan tetap menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan Indonesia.
“Ini yang nanti kita lihat regulasi apa yang paling ideal. Tetapi kita memastikan terus, jangan sampai ada loophole lagi, kira-kira bagian-bagian mana yang harus kita coba capture untuk bisa memperbaiki pemberantasan judi online di masa yang akan dating," jelasnya.
Selain itu, Dian menuturkan pihaknya telah meminta bank untuk melakukan pemblokiran terhadap kurang lebih 17 ribu rekening yang diduga terkait dengan aktivitas judi online, berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
OJK juga melakukan pengembangan atas laporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan nomor identifikasi kependudukan serta melakukan enhanced due diligence.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menghentikan sementara 28.000 rekening pasif (dormant) selama 2024.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa penghentian sejumlah rekening pasif tersebut dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara datanya, kata dia, diambil dari pihak perbankan.
“Langkah ini merupakan implementasi dari Gerakan Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang dilakukan oleh PPATK dan stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya,” ujar Ivan saat dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu (18/5/2025).