
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. (Foto: Chaerul Halim).
Jakarta, tvrijakartanews - Pemerintah berencana menghapus jenis beras medium dan premium untuk meminimalisir adanya praktik pengopolosan beras.
Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli hasan (Zulhas) menyusul adanya temuan kasus dugaan praktik pengoplosan beras yang ramai belakangan ini.
"Kadang-kadang kita membeli beras bisa saja dikasih kantongnya bermacam-macam, tapi berasnya sama saja. Oleh karena itu, beras ini adalah program yang menyangkut hajat hidup orang banyak, program prioritas utama Bapak Prabowo. Tidak ada yang boleh bermain-main di sini, apalagi mengambil manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan sendiri," ujar Zulhas saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/7/2025).
"Nah melihat pengalaman itu, maka beras nanti kita akan buat hanya satu jenis beras saja, beras ya beras, sudah ya tidak lagi di medium dan premium," tambah dia.
Dia menuturkan, pemerintah hanya akan memakai penamaan dua jenis beras saja, yakni beras biasa dan beras khusus.
Beras biasa adalah beras yang produksi para petani yang disubsidi pemerintah, mulai dari pupuk hingga irigasinya. Sedangkan beras khusus adalah jenis beras yang digelontorkan pemerintah untuk subsidi atau bantuan pangan.
"Nah, jadi itu jenisnya bukan medium dan premium karena medium dan premium berasnya itu-itu juga," ucap dia.
Sebelumnya, Satgas Pangan Polri menyita 201 ton beras dalam berbagai kemasan atas kasus penjualan beras bermerek yang tidak sesuai dengan standar mutu alias beras oplosan.
Penyitaan dilakukan setelah Polri menggeledah di empat lokasi, yakni gudang PT. FS, Jakarta Timur; PT. FS Subang, Jawa Barat; PT. PIM, Serang, Banten; dan Pasar Beras Induk Cipinang, Jakarta Timur.
"Total 201 ton beras dalam berbagai kemasan disita bersama dokumen produksi, izin edar, serta hasil uji laboratorium," kata Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (24/7/2025).
Dalam pengungkapan ini, Satgas Pangan Polri menaikkan kasus beras oplosan ke tahap penyidikan.
Nantinya, para tersangka akan disangkakan melanggar Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
“Kami tegaskan, praktik memperdagangkan produk pangan yang tidak sesuai mutu dan takaran adalah kejahatan. Polri berkomitmen untuk menindak tegas pelaku-pelaku usaha yang merugikan masyarakat,” ujar Helfi.
Adapun, kasus ini terungkap setelah Kementerian Pertanian menyampaikan hasil investigasi kepada Kapolri pada 26 Juni 2025, terkait peredaran beras premium dan medium yang tidak memenuhi standar mutu, harga, dan berat kemasan.
Dari total 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi, ditemukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai standar mutu, 88,24 persen beras medium tidak sesuai standar mutu, lebih dari 50 persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan banyak beras dengan berat riil di bawah yang tertera di kemasan.
"Dampak dari praktik ini diperkirakan menyebabkan kerugian masyarakat mencapai Rp99,35 triliun per tahun," imbuh Helfi.