
Foto: New scientist/ Philip LeDuc dkk./Universitas Carnegie Mellon Templates pembuluh darah yang dicetak 3D
Jakarta, tvrijakartanews - Organ buatan yang kompleks dapat dibuat dengan mencetak 3D cetakan vena, arteri, dan kapiler di dalam es. Selanjutnya dimasukkan ke dalam bahan organik dan membiarkan es mencair, sehingga menghasilkan jaringan yang halus dan berongga. Hal ini memberikan ruang bagi pembuluh darah buatan rumit yang diperlukan untuk mengembangkan organ dalam yang dikembangkan di laboratorium.
Para peneliti telah mengerjakan organ buatan selama beberapa dekade untuk membantu memenuhi tingginya permintaan global akan transplantasi jantung, ginjal, dan hati. Namun menciptakan jaringan pembuluh darah yang diperlukan untuk menjaga mereka tetap hidup masih merupakan sebuah tantangan.
Philip LeDuc dari Carnegie Mellon University di Pennsylvania mengatakan, Teknik yang ada saat ini dapat menumbuhkan kulit atau telinga buatan, namun daging atau bahan organ apa pun akan mati jika jaraknya lebih dari 200 mikrometer dari pembuluh darah.
“Ini seperti dua kali lebar sehelai rambut; setelah Anda melewatinya, jika tidak ada akses terhadap nutrisi, sel-sel akan mulai mati,” katanya. Oleh karena itu, organ dalam memerlukan proses baru agar dapat diproduksi dengan murah dan cepat.
Dilansir dari new scientist edisi (09/02/2024) LeDuc dan rekan-rekannya telah bereksperimen dengan mencetak pembuluh darah dengan lilin yang dapat dicairkan, namun hal ini memerlukan suhu yang cukup tinggi dan dapat meninggalkan residu.
“Tiba-tiba, suatu hari, murid saya berkata 'kenapa kita tidak menggunakan air saja, bahan yang paling kompatibel secara biologis di dunia?'. Dan saya seperti 'oh, ya'. Itu masih membuatku tertawa. Itu sangat mudah,” jelas LeDuc.
Mereka mengembangkan teknik yang menggunakan printer 3D untuk membuat cetakan bagian dalam pembuluh darah suatu organ di dalam es. Dalam pengujiannya, bahan ini kemudian ditanamkan ke dalam bahan gelatin yang mengeras saat terkena sinar ultraviolet, sebelum esnya mencair.
Selanjutnya, tim menggunakan platform yang didinginkan hingga -35°C dan nosel printer yang mengeluarkan ratusan tetes air per detik, sehingga struktur sekecil 50 mikrometer dapat dicetak. LeDuc mengatakan prosesnya secara konseptual sederhana namun perlu disesuaikan dengan sempurna, mengeluarkan tetesan terlalu cepat dan tidak membeku cukup cepat serta gagal menciptakan bentuk yang diinginkan, namun mencetaknya terlalu lambat dan hanya membentuk gumpalan. Sistem ini juga dipengaruhi oleh cuaca dan kelembaban, sehingga para peneliti menyelidiki penggunaan kecerdasan buatan untuk menjaga printer tetap siap menghadapi berbagai kondisi.
Peneliti juga menggunakan versi air di mana semua hidrogen digantikan oleh deuterium, isotop stabil dari unsur tersebut. Air yang disebut air berat ini memiliki titik beku lebih tinggi dan membantu menciptakan struktur halus dengan menghindari kristalisasi yang tidak diinginkan. LeDuc mengungkapkan, pengujian telah menunjukkan bahwa bahan ini aman ketika membuat organ buatan karena deuterium tidak bersifat radioaktif, tidak seperti beberapa isotope.