
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono. (Tangkap layar YouTube OJK)
Jakarta, tvrijakartanews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terdapat tiga arahan strategi utama yang dilakukan untuk memperkuat industry reasuransi Indonesia, seperti, peningkatan kapasitas domestik, menarik premi luar negeri, serta menahan aliran premi keluar negeri.
“Penutupan asuransi keluar dari Indonesia cukup besar (aliran premi asuransi yang ditempatkan ke reasuradur luar negeri), sehingga defisit current account kita itu cukup besar dan meningkat terus," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Ogi menjelaskan pada tahun ada sebanyak 40,20 persen premi terkait reasuransi ditransfer keluar negeri, termasuk premi asuransi langsung yang diserahkan ke reasuradur asing.
"Kondisi ini turut mendorong defisit neraca transaksi berjalan sektor reasuransi sebesar Rp12,10 triliun pada 2024, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," jelasnya.
Menurut Ogi, ini mencerminkan yang dihadapi tantangan reasuransi nasional dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya, terutama untuk menangani pertanggungan berskala kompleks.
"Penguatan industri reasuransi nasional harus dibarengi dengan dukungan permodalan yang memadai," ujarnya.
Dikatakan Ogi, salah satu strategi yang dipertimbangkan adalah membuka ruang kolaborasi dengan reasuradur global tanpa menggeser porsi bisnis yang sudah ditangani oleh reasuradur domestik.
Sebagai bagian dari transformasi, Ogi menyampaikan bahwa penguatan permodalan industri asuransi dan reasuransi juga terus didorong sebagaimana tertuang dalam POJK No. 23 Tahun 2023.
Berdasarkan data hingga Mei 2025, 88,89 persen perusahaan reasuransi telah memenuhi ketentuan minimum ekuitas tahap pertama sebesar Rp500 miliar (reasuransi konvensional) dan Rp200 miliar (reasuransi syariah) yang harus dipenuhi paling lambat 2026.
Untuk tahap kedua pada 2028, tercatat 44,44 persen perusahaan reasuransi yang memenuhi kategori Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE 1) dengan ekuitas minimum Rp1 triliun untuk konvensional dan Rp400 miliar untuk syariah.
Kemudian sisanya sebesar 11,11 persen perusahaan reasuransi yang telah memenuhi kategori KPPE 2 dengan syarat minimum ekuitas sebesar Rp2 triliun untuk konvensional dan Rp1 triliun untuk syariah.
“Kalau kita lihat perusahaan asuransi di negara-negara lain, modal disetornya memang rendah, tapi ekuitasnya sudah sangat besar, jauh lebih besar dari perusahaan asuransi Indonesia. Itu karena memang pembukaan perusahaan asuransi baru relatif jarang atau tidak ada, tapi yang sudah ada bertumbuh dengan besar. Karena itu, kita akan meningkatkan (syarat permodalan) itu secara bertahap," imbuhnya.