
Gubernur BI Perry Warjiyo. (Humas LPS)
Jakarta, tvrijakartanews - Bank Indonesia memperkuat ekspensi likuiditas kebijakan moneter dengan terus mengurangi outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan penurunan sebesar Rp169,4 triliun, dari posisi Rp923,5 triliun pada awal Januari menjadi Rp754,1 triliun per 23 Juli 2025.
"SRBI, awal Januari Rp923,5 triliun, (total posisi) sekarang Rp754,1 triliun. Artinya sudah turun Rp169,4 triliun," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Perry menuturkan bahwa strategi operasi moneter terus diarahkan untuk menambah likuiditas di pasar uang, yaitu dengan pengelolaan struktur suku bunga instrumen moneter untuk tenor yang lebih dari satu minggu dengan penurunan yang lebih tinggi.
Menurutnya, sejalan dengan penurunan suku bunga acuan (BI-Rate), suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tenor 12 bulan turun lebih tinggi dibandingkan BI-Rate, yakni sebesar 40-50 basis point (bps).
"untuk menambah likuiditas di pasar, BI juga telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp147,59 triliun sejak awal tahun hingga 25 Juli 2025," ujarnya.
Dikatakan Perry, pembelian SBN ini dilakukan melalui pasar sekunder sebesar Rp104,71 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) termasuk syariah, sebesar Rp42,88 triliun.
"Pembelian SBN oleh BI ini mencerminkan eratnya sinergi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal pemerintah," ujarnya.
Ia menyampaikan BI terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market guna mendukung transmisi penurunan suku bunga dan menjaga daya tarik portofolio asing.
Selain optimalisasi instrumen moneter pro-market serta lelang SRBI dan pembelian SBN di pasar sekunder, BI juga melakukan langkah-langkah seperti pengelolaan struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas.
Di samping itu, dilakukan pula penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas, serta penguatan peran dealer utama dalam mendorong transaksi SRBI dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.
BI menyampaikan komitmennya untuk memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta bersinergi erat dengan bauran kebijakan ekonomi nasional.
Kebijakan moneter BI diarahkan pada keseimbangan untuk menjaga stabilitas serta turut mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-stability and growth).
Sementara kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth).
Dari sisi makroprudensial, dalam rangka mendorong perbankan agar mempercepat penurunan suku bunga, BI memperkuat publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM.
Selain itu, BI juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit antara lain meningkatkan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), meningkatkan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN), serta menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).