Mendag Perkirakan Tren Rempah Dunia Pada 2023–2028, Pasar Tumbuh 5 hingga 6 Persen
EkonomiNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Menteri Perdagangan Budi Santoso. (Humas Kemendag)

Jakarta, tvrijakartanews - Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan tren dan proyeksi permintaan global terhadap rempah diperkirakan tumbuh rata-rata 5-6 persen selama 2023-2028. Pertumbuhan ini diiringi oleh peningkatan kesadaran konsumen global dalam menerapkan hidup sehat dan menggunakan produk berbahan alami.

"Kesadaran akan kesehatan ini menjadi peluang nyata bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan ekspor rempah ke dunia. Berkaca dari catatan tersebut, rempah Indonesia berpotensi besar untuk terus tumbuh di pasar global," kata Budi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (30/7/2025).

Budi menuturkan Indonesia merupakan eksportir rempah ke-4 dunia setelah India, Vietnam, dan Tiongkok. Produk rempah ekspor unggulan Indonesia, yaitu lada, cengkeh, dan pala.

"Ekspor rempah Indonesia ke dunia pada 2024 tercatat senilai USD989,5 juta dengan tren pertumbuhan sebesar 1,94 persen dalam lima tahun terakhir," tuturnya.

Selain itu, Budi melakukan pelepasan produk ekspor asal Bali senilai 350 ribu dolar AS atau sekitar Rp5,7 miliar ke Hongkong.

"Kita melakukan pelepasan ekspor untuk produk vanila, kayu manis, dan madu, jadi kita memang ada program namanya UMKM Bisa Ekspor, bahwa kita harus berpihak ke rakyat kecil kemudian kita bergerak dari kabupaten, kota, kemudian kelurahan dan desa," ujarnya.

Untuk produknya berupa vanila, kayu manis, dan madu dari Bali yaitu CV Naralia Grup Indonesia ini menurutnya adalah contoh perusahaan yang mampu mengumpulkan UMKM-UMKM dan menghubungkannya dengan pasar global.

Perusahaan ini sebelumnya mengikuti pameran di Hongkong dengan membawa beberapa UMKM hingga hasilnya pembeli dari negara tersebut sepakat pada produk vanila, kayu manis, dan madu.

"Ibu Lia ini (Pendiri CV Naralia Grup Indonesia) bisa presentasi ke perwakilan kita di Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang tugasnya menjual produk ekspor kita, ada di 33 negara, kemudian setelah presentasi, perwakilan kita mencarikan pembeli, setelah dapat bisa business matching," tambahnya.

Selain vanila, kayu manis, dan madu, Budi Santoso meyakini di Bali banyak produk yang berpeluang untuk diekspor ke luar negeri.

“Kita harus juga bantu perwakilan kita ITPC yang jualan, kalau produk kita tidak bagus, mereka juga tidak bisa mencari pembeli di lapangan seperti vanila, kayu manis, dan madu ini," ucapnya.

Namun, banyak yang belum mengetahui soal standarisasi, seperti produk ekspor kali ini dimana ia meyakini saat awal para UMKM juga belum memahami cara pengemasan yang baik dan menjual.

“Kita butuh orang-orang seperti Ibu Lia, mudah-mudahan di Bali nanti banyak, sebenarnya kita sekarang tinggal mengemas, kita punya produk banyak, cuma produk kita kualitasnya mungkin belum kualitas untuk ekspor,” imbuhnya.

Tidak hanya di Bali, secara nasional sendiri Mendag Budi mengakui dari 609 UMKM untuk diekspor baru 40 yang merupakan eksportir, sehingga harapannya setelah ini produk UMKM yang masuk pasar internasional segera bertambah.