DJP Ungkap Penerimaan Pajak Kripto Bisa Tembus Rp600 Miliar per Tahun
EkonomiNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto. (Tangkap layar YouTube DJP)

Jakarta, tvrijakartanews - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyampaikan potensi penerimaan pajak kripto mencapai Rp600 miliar per tahun. Sebab, sepanjang 2-3 tahun semenjak peluncurannya, perkembangan dari penerimaan kripto ini terus meningkat.

"Kalau tidak salah, penerimaannya ada di antara kisaran Rp500 miliar hingga Rp600 miliar per tahun," kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

Bimo menuturkan dari laporan terakhir DJP, penerimaan pajak kripto secara akumulasi telah terkumpul sebesar Rp1,2 triliun sampai dengan Maret 2025.

Sedangkan penerimaan itu berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp220,83 miliar penerimaan tahun 2023, Rp620,4 miliar penerimaan 2024, dan Rp115,1 miliar penerimaan 2025.

"Jadi ada Sebanyak Rp560,61 miliar bersumber dari pungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Rp642,17 miliar dari pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri," ujarnya.

Dikatakan Bimo, Kemenkeu menetapkan tarif baru pajak kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang berlaku pada 1 Agustus 2025, seiring dengan perubahan sifatnya menjadi aset keuangan digital.

Lewat aturan itu, kripto dibebaskan dari pengenaan PPN lantaran dianggap setara dengan surat berharga.

Sedangkan, untuk PPh 22, tarif ditetapkan sebesar 0,21 persen untuk pungutan yang dilakukan oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri dan 1 persen untuk pungutan oleh PPMSE luar negeri atau penyetoran mandiri.

Tarif itu lebih tinggi dari ketentuan sebelumnya. Saat kripto ditetapkan sebagai komoditas, PPh 22 ditetapkan sebesar 0,1 persen dari transaksi yang dilakukan di exchange atau PPMSE terdaftar Bappebti dan 0,2 persen dari transaksi di PPMSE tidak terdaftar Bappebti.

Menurut Bimo, kenaikan tarif PPh 22 final bertujuan untuk mengkompensasi hilangnya penerimaan PPN.

Terkait potensi penerimaan seiring dengan aturan baru, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pergerakan harga serta tren permintaan akan memengaruhi peluang setoran.

"Kalau kripto itu kan sangat fluktuatif, jadi akan sangat bergantung di situ. Bisa melonjak, bisa turun. Bergantung dari permintaannya seperti apa," ujar Yoga.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak DJP Yon Arsal menambahkan pengenaan tarif pajak kripto yang lebih tinggi bertujuan untuk mendorong industri kripto dalam negeri tumbuh dan berkembang.

"Orang-orang kami harapkan ikut terlibat di dalam perdagangan dalam negeri," lanjut Yon.

Namun, ia membuka peluang evaluasi tarif pajak kripto ke depannya. Kemenkeu akan melibatkan dan mendengar saran dari pelaku pasar dalam proses evaluasi tarif pajak kripto.

"Tarif akan selalu kami cermati dan evaluasi dari waktu ke waktu. Tentu kami akan mendengarkan suara dari pasar dan pemangku kepentingan terkait," tuturnya.